Survei: 45% Pekerja Singapura Enggan Akui Pakai AI di Tempat Kerja

marketeers article
Ilustrasi pekerja (Sumber: 123RF)

Penggunaan kecerdasan buatan (AI) berkembang di berbagai industri secara global. Namun, masih ada kebingungan mengenai cara menggunakan teknologi ini di tempat kerja.

Dilansir CNBC, Jumat (13/12/2024), berdasarkan Indeks Tenaga Kerja Slack, sebanyak 52% karyawan di Singapura menggunakan AI dalam pekerjaan mereka. Ini merupakan survei yang dilakukan pada Agustus 2024 yang melibatkan 17.000 pekerja di 15 negara, termasuk 1.008 pekerja di Singapura.

BACA JUGA: 5 Kuliner Indonesia Jadi Makanan Terbaik Dunia Versi Taste Atlas

Permintaan akan talenta AI di negara ini telah meningkat. Menurut Indeed, terdapat peningkatan 4,6 kali lipat lowongan pekerjaan terkait AI di kota negara tersebut antara September 2023 dan September 2024.

Namun, terlepas dari kenyataan bahwa permintaan akan talenta AI telah melonjak di Singapura, 45% karyawan di negara ini melaporkan merasa tidak nyaman mengakui kepada manajer bahwa mereka menggunakan teknologi tersebut untuk tugas-tugas di tempat kerja. Survei Slack menunjukkan bagi mereka yang melaporkan perasaan seperti itu, alasan utamanya karena khawatir dianggap “tidak kompeten”, “malas”, atau “curang”.

BACA JUGA: Selain Turunkan Berat Badan, Diet Mediterania Bisa Cegah Demensia

“Para pekerja sangat antusias dengan AI, tetapi mereka tidak yakin bagaimana cara menggunakan di tempat kerja, dan ketidakpastian ini menghalangi adopsi AI yang lebih luas,” kata Christina Janzer, wakil presiden senior riset dan analisis di Slack.

“Terlalu banyak beban yang dirasakan para pekerja saat ini untuk memahami AI. Penting bagi para pemimpin untuk tidak hanya melatih para pekerja untuk menggunakan AI, tetapi juga mendorong karyawan untuk membicarakannya dan bereksperimen dengan AI di tempat terbuka,” Janzer melanjutkan.

BACA JUGA: Ikuti Jejak Bluesky, Threads Hadirkan Fitur Koleksi Akun

Dia menambahkan perusahaan juga harus menyediakan waktu dan ruang yang diperlukan untuk eksperimen ini, dan mendorong karyawan membagikan apa yang mereka pelajari kepada rekan kerja demi memperoleh inspirasi. Mereka juga dapat memberikan contoh dengan menunjukkan secara terbuka bagaimana mereka menggunakan teknologi ini dalam pekerjaan.

Selain itu, perusahaan harus memberikan panduan tentang tools AI mana yang “disetujui dan dipercaya” untuk digunakan dalam bisnis mereka, serta tugas-tugas apa saja tools tersebut dapat digunakan.

“Tanpa panduan yang jelas, para pekerja bingung tentang kapan waktu yang tepat untuk menggunakan AI di tempat kerja secara sosial dan profesional serta menyembunyikan pengunaannya,” tulis laporan Slack.

Terlepas dari ketidakpastian tersebut, para karyawan di Singapura tetap berusaha untuk meningkatkan keterampilan AI mereka. Faktanya, 88% merasakan urgensi untuk bisa menggunakan AI.

Namun, mayoritas (63%) pekerja di negara ini hanya menghabiskan waktu kurang dari lima jam untuk mempelajari cara menggunakan AI. Slack menyimpulkan perusahaan perlu mengatasi kesenjangan dalam pelatihan dan memperjelas panduan AI, karena karyawan saat ini dan profesional baru yang memasuki dunia kerja akan tertarik pada tempat kerja yang lebih mendukung.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS