Survei: 56% Konsumen Enggan Beli Produk Dari Brand Yang Kurang Dipercaya

marketeers article
Survei: 56% Konsumen Enggan Beli Produk Dari Brand Yang Kurang Dipercaya (FOTO: 123RF)

Kepercayaan menjadi faktor penting yang menentukan hubungan antara konsumen dan brand, tetapi kecepatan dan efektivitas dalam merespons konsumen melalui saluran yang tepat juga memegang peran besar. Survei menunjukkan bahwa 56% dari mereka menyatakan enggan membeli produk dari brand yang mereka kurang percaya.

Demikian hasil dari Consumer Preferences Report 2024 yang dirilis oleh Twilio, sebuah platform yang menawarkan pengalaman terpersonalisasi secara real-time bagi merek-merek besar.

Laporan ini mengumpulkan data dari survei global terhadap 3.900 konsumen, termasuk 900 responden dari kawasan Asia Pasifik. Fokus survei mencakup preferensi komunikasi konsumen, peran pesan bermerk (branded message) dalam meningkatkan kepercayaan, dan pengaruh kecepatan respons brand terhadap pengalaman konsumen secara keseluruhan.

Studi ini mengungkap bahwa konsumen di Asia Pasifik sangat mementingkan kepercayaan dalam interaksi mereka dengan brand.

BACA JUGA: Landor: Branding Sebagai Kunci Transformasi Perusahaan

Hal ini menjadi tantangan bagi bisnis di tengah maraknya penipuan yang sering menggunakan nama besar e-commerce di Indonesia. Modus penipuan seperti program afiliasi atau promosi palsu dengan memanfaatkan logo resmi lembaga, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), membuat konsumen kesulitan membedakan mana brand yang sah dan mana yang tidak. Akibatnya, kepercayaan menjadi semakin krusial dalam keputusan pembelian konsumen.

Untuk menjawab kebutuhan ini, brand perlu memastikan komunikasi mereka dapat dikenali dan aman. Hal ini bisa dilakukan dengan menyertakan lencana verifikasi atau identitas resmi di dalam pesan mereka.

Robert Woolfrey, Vice President Twilio Communications untuk Asia Pasifik dan Jepang (APJ), menjelaskan bahwa kepercayaan adalah fondasi dari hubungan antara brand dan konsumen yang semakin kritis dan cerdas.

“Dengan teknologi seperti branded messaging yang kini lebih mudah diakses, brand memiliki peluang besar untuk membangun kepercayaan dan memperkuat hubungan dengan konsumen,” katanya dalam siaran pers kepada Marketeers, Selasa (22/10/2024).

BACA JUGA: Survei: 81% Kosumen RI Khawatir Hasil Pemilu Pengaruhi Sikap Brand

Di luar identitas resmi, brand juga harus memastikan bahwa komunikasi dengan konsumen dilakukan secara transparan dan sesuai peraturan yang berlaku.

Hal ini mencakup penerapan autentikasi dua faktor untuk melindungi akses akun, yang menurut survei Twilio dipercaya oleh 55% konsumen di Asia Pasifik. Selain itu, 54% konsumen menilai pentingnya respons cepat dari brand terhadap keluhan atau pertanyaan mereka, sementara 49% lebih mempercayai brand yang menggunakan nomor telepon resmi.

Hubungan yang lebih kuat antara brand dan konsumen juga terbukti memberikan manfaat bagi bisnis. Dengan membangun kepercayaan, merek dapat meningkatkan loyalitas pelanggan dan mendorong lebih banyak rekomendasi dari mulut ke mulut, yang menjadi faktor penting dalam pertumbuhan bisnis.

Di samping kepercayaan, kenyamanan berinteraksi dengan brand juga memainkan peran penting dalam menjaga pelanggan.

Konsumen di Asia Pasifik menginginkan merek menggunakan saluran komunikasi pilihan mereka, dengan 86% menyatakan hal tersebut sebagai harapan utama. Namun, hanya 48% dari interaksi brand memenuhi ekspektasi ini, menunjukkan adanya peluang besar bagi bisnis untuk memperbaiki layanan mereka.

BACA JUGA: Survei: Samsung Jadi Merek Smartphone Lipat Pilihan Millenial

Survei menunjukkan bahwa email (81%), pesan singkat (46%), dan aplikasi perpesanan sosial seperti Facebook Messenger (31%) adalah saluran yang paling disukai konsumen untuk berkomunikasi dengan brand.

Sebaliknya, push notification dari aplikasi cenderung tidak disukai oleh konsumen, dengan hanya 20% yang memilihnya. Kesalahan dalam memilih saluran komunikasi yang sesuai dapat menyebabkan konsumen beralih ke brand lain, dengan 20% menyatakan mereka akan memilih brand lain jika saluran favorit mereka tidak digunakan.

Di era digital yang serba cepat, waktu respons menjadi faktor kunci dalam interaksi antara konsumen dan brand. Meskipun konsumen Asia Pasifik berharap mendapatkan jawaban dalam waktu satu jam, hanya 31% yang merasa puas dengan kecepatan respons yang diberikan oleh brand.

Keterlambatan dalam merespons dapat berakibat fatal, dengan 53% konsumen yang memilih beralih ke brand lain jika respons terlalu lambat. Sebaliknya, 39% brand yang memprioritaskan respons cepat justru merasakan peningkatan retensi pelanggan.

Editor: Eric Iskandarsjah

Related

award
SPSAwArDS