DoubleVerify, platform perangkat lunak untuk pengukuran, data, dan analitik media digital, membagikan informasi bagi para pengiklan dan pemasar dalam menavigasi perubahan selera konsumen, terutama seiring dengan dimulainya kembali perayaan Ramadan dan Idulfitri setelah tiga tahun diberlakukannya pembatasan sosial. Laporan Four Fundamental Shifts in Advertising and Media dari DoubleVerify menganalisis wawasan dari sekitar 16.000 konsumen global, termasuk Indonesia, untuk memberikan pandangan, data, dan wawasan yang dibutuhkan oleh para profesional industri periklanan dan pemasaran seiring dengan pesatnya perkembangan industri ini.
Sebagian besar (66%) orang Indonesia sekarang menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengonsumsi konten setiap harinya, dibandingkan dengan sebelum pandemi, dan berharap untuk mengonsumsi lebih banyak konten YouTube (54%), Instagram (32%), dan TikTok (25%) dalam 12 bulan ke depan. Perhatian (attention) menjadi mata uang media baru dan mendorong keefektifan media.
Hampir 70% responden menyatakan bahwa iklan yang menarik minat mereka dalam lima detik pertama akan membuat mereka lebih cenderung memperhatikan video tersebut. Selain itu, responden juga mengakui lebih memperhatikan iklan video dengan durasi yang lebih pendek.
BACA JUGA: Survei: 83% Pengguna Transportasi Online Pertimbangkan Tarif
“Pembatasan sosial terkait pandemi (PPKM) selama tiga tahun telah berdampak pada selera dan perilaku konsumen terutama dalam hal mengonsumsi konten, iklan, dan kampanye pemasaran. Pergeseran ini diperkirakan akan terus berlanjut, bahkan setelah pembatasan sosial telah dicabut pada awal tahun ini dan masyarakat Indonesia kembali ke tradisi Ramadan dan Idulfitri,” ujar perwakilan perusahaan dalam keterangannya, Kamis (6/4/2023).
BACA JUGA: Survei Populix: 72% Orang Indonesia Gunakan Internet untuk Berbelanja
Pergeseran mendasar dalam tren periklanan dan media ini mendorong munculnya peluang pertumbuhan baru selama momentum Ramadan dan Idulfitri 2023. Untuk memanfaatkan peluang-peluang di pasar tersebut, para pelaku industri juga dapat mengoptimalkan selera konsumen terhadap konten dengan menempatkan iklan dan kampanye yang mana basis pengguna mereka berada.
Terkait musim Idulfitri, hal ini berarti bahwa pengiklan dan pemasar dapat meningkatkan penggunaan konten media sosial untuk menjangkau konsumen, khususnya pada saat waktu menuju sahur dan berbuka puasa. Selain itu, pemasar juga dapat memanfaatkan konten yang menarik perhatian konsumen dalam waktu singkat.
Jika memungkinkan, pengiklan perlu mempublikasikan konten yang memiliki relevansi kuat dengan bulan Ramadan dan perayaan Idulfitri. Pengiklan juga dapat mempertimbangkan menggunakan konten yang membangkitkan perasaan konsumen, karena ini adalah pertama kalinya banyak konsumen berkumpul dengan keluarga mereka selama Idulfitri setelah tiga tahun.
Masyarakat Indonesia gemar berbelanja, dan bulan Ramadan memberikan waktu tambahan bagi mereka untuk melakukannya. Peluang ini juga didorong oleh adanya Tunjangan Hari Raya (THR).
Meskipun ini berarti bahwa persaingan antarjenama menjadi sangat ketat, dengan menyelaraskan iklan dengan konten yang relevan secara kontekstual akan memungkinkan brand untuk memanfaatkan peluang yang terus meningkat dan mendapatkan perhatian konsumen secara optimal. Kemudian, pengiklan harus berhati-hati dalam meninjau di mana iklan mereka ditampilkan.
Pengiklan perlu menghindari situs web atau platform yang menyebarkan konten dengan sifat menghasut, serta misinformasi dan disinformasi, terutama sepanjang periode bulan Ramadan dan Idulfitri. Pengiklan produk FMCG atau F&B, misalnya, perlu mengesampingkan waktu dan platform publikasi iklan tertentu untuk menghindari iklan mereka dianggap tidak patut bagi mereka yang menjalankan ibadah puasa.
Jenama harus menyesuaikan diri dengan konten yang memperkuat ekuitas dan nilai merek mereka, dan berinvestasi pada solusi keamanan serta alat penargetan kontekstual, yang akan membuka kesempatan untuk mendapatkan kepercayaan konsumen.
Editor: Ranto Rajagukguk