Survei Jobstreet: 62% Orang Indonesia Sulit Cari Jodoh dan Kerja

marketeers article
(FOTO: Jobstreet)

Jobstreet, platform pencarian kerja online kembali merilis hasil penelitian terbaru bertajuk Tantangan Mencari Kerja dan Jodoh. Dalam penelitian tersebut, sebanyak 62% pekerja di Indonesia mengaku kesulitan dalam mencari kerja dan jodoh yang tepat.

Survei ini dirancang oleh Jobstreet dan Jobsdb by SEEK yang dilakukan oleh Milieu Insight, melibatkan 5.000 responden tenaga kerja di lima negara Asia Tenggara (ASEAN) pada Mei 2024. Survei ini memberikan wawasan tentang tantangan yang dihadapi oleh tenaga kerja Asia Tenggara dalam mencari pekerjaan, berbagai faktor yang memengaruhi kepuasan kerja, dan sikap khas pekerja terhadap keputusan karier.

BACA JUGA: Riset Jobstreet: Baru 38% Karyawan Gunakan AI untuk Bekerja

“Menemukan seseorang sebagai pasangan mungkin merupakan perjalanan yang penuh dengan perjuangan, tetapi nyatanya orang Indonesia merasa bahwa perjalanan mereka menemukan kecocokan karier sama sulitnya. Survei dari SEEK menemukan bahwa lebih dari tiga dari lima atau 62% pekerja Indonesia merasa bahwa menemukan pekerjaan yang tepat sama sulitnya dengan menemukan pasangan hidup yang tepat,” tulis laporan yang diterima Marketeers, Jumat (15/11/2024).

Temuan lain dari penelitian ini adalah 25% pekerja Indonesia merasa menemukan pekerjaan yang tepat lebih menantang, lebih banyak dibandingkan 14% yang merasa menemukan jodoh yang tepat lebih menantang. Hasil serupa juga ditemukan di negara lain meskipun dengan komposisi yang berbeda, kecuali di Hong Kong yang mana 43% pekerja yang disurvei merasa lebih sulit mencari pekerjaan yang tepat, lebih tinggi daripada yang merasa sama sulitnya 31% dan yang kesulitan mencari jodoh 26%.

BACA JUGA: Survei Jobstreet: 67% Orang Indonesia Ingin Bekerja di Luar Negeri

Sementara itu, waktu yang diluangkan guna usaha untuk mencari kerja dan mencari jodoh juga cenderung seimbang. Dalam enam bulan terakhir, 37% pekerja menghabiskan lebih banyak waktu di aplikasi pencari kerja dibandingkan dengan aplikasi kencan. Adapun 11% lainnya menghabiskan lebih banyak waktu di aplikasi kencan.

“Hampir setengah atau 48% pekerja menghabiskan waktu yang sama di kedua jenis aplikasi,” tulisnya.

Faktor terbesar yang memengaruhi ketidakpuasan pekerja pada pekerjaannya saat ini disebabkan oleh ketidaksesuaian harapan pada gaji dan kompensasi yang didapatkan sebesar 46%, yang juga menjadi faktor terbesar di negara-negara lainnya. Selain itu, faktor terbesar kedua yang cukup berpengaruh di Indonesia adalah kurangnya kesempatan bagi para pekerja untuk meningkatkan jenjang karier mereka 33%.

Hampir satu dari lima atau 19% pekerja merasa bahwa pekerjaan mereka saat ini sangat atau sepenuhnya sesuai dengan keterampilan dan aspirasi mereka. Namun, sentimen ini lebih rendah di kalangan pekerja berpenghasilan rendah dengan kriteria memiliki pendapatan Rp 1,5-2,5 juta per bulan, dengan hanya 9% yang merasa pekerjaan mereka sangat sesuai dengan keterampilan mereka.

Sebaliknya, hampir setengah atau 49% pekerja berpenghasilan menengah ke atas dengan kriteria pendapatan lebih dari Rp 16 juta per bulan merasa pekerjaan mereka sangat atau sepenuhnya sesuai dengan keterampilan dan aspirasi mereka.

Berdasarkan survei yang sama, ditemukan bahwa 57% pekerja Indonesia merasa lebih sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan dan aspirasi mereka saat ini dibandingkan dengan pencarian pekerjaan pertama mereka. Di sisi lain, sebanyak 83% pekerja terbuka untuk melakukan perubahan karier yang drastis atau berspesialisasi dalam bidang baru dibandingkan dengan apa yang mereka pelajari atau lakukan sebelumnya.

“Situasi ini menggambarkan bahwa upskilling ataupun reskilling menjadi salah satu hal yang cukup krusial untuk dilakukan bagi para pekerja, agar dapat memperluas jenjang karir mereka,” tulisnya.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS