Pertumbuhan ekonomi yang di luar ekspketasi ternyata berimbas pada realisasi dan transaksi ruang perkantoran di Ibukota. Colliers International mencatat, pasokan gedung perkantoran di CBD Jakarta tahun 2015-2018 turun 5,2% daripada proyeksi tahun 2015.
Sebelumnya, Colliers pernah memprediksi bahwa pasokan tahunan ruang kantor CBD sekitar 600.000 m2. Namun, kenyataannya, pasokan baru hanya terealisasi 450.000 m2. Turunnya pasokan ini disebabkan karena beberapa proyek perkantoran harus delay dari jadwal pembukaan seharusnya.
“Dari sepuluh gedung baru di CBD, delapan beroperasi, dan dua delay hingga tahun 2016,” papar Ferry Salanto, Associate Director Research Services Colliers International di Jakarta, Rabu, (6/1/2016).
Ferry menjelaskan, total tambahan pasokan kantor baru di CBD pada tahun 2015 mencapai 462.533 m2, dengan total pasokan sampai saat ini sebesar 5,18 juta m2. CBD Sudirman menjadi penyumbang pasokan terbesar yang mencapai 3 juta m2, disusul Gatot Subroto (1 juta m2). Rasuna Said (900.000 m2), Thamrin (600.000 m2), dan Mega Kuningan (500.000 m2).
“Kami memproyeksikan, tahun 2016-2018, rata-rata pasokan baru sebesar 600.000 m2 per tahun,” ujarnya.
Koreksi yang sama juga terjadi pada pasokan kantor baru di luar CBD. Dari prediksi 410.000 m2 tahun 2015 lalu, hanya terealisasi 300.000 m2. Lagi-lagi, penyebabnya adalah 6 dari 15 gedung yang berkomitmen buka tahun lalu, molor hingga tahun 2016.
“Artinya, pada tahun ini, pasokan ruang kantor baru, baik di CBD maupun di luar area itu, bakal meningkat. Sebab, proyek-proyek molor itu bakal terealisasi menyeluruh tahun ini. Namun, belum tentu penyerapannya meningkat,” papar Fery.
Kawasan TB Simatupang, sambung Fery, menyumbang 78,4% dari pasokan kantor baru di luar CBD yang sebesar 302.506 m2. Total pasokan kantor di luar CBD sampai saat ini mencapai 2,73 juta m2 dan diprediksi meningkat 901.673 m2 sampai tahun 2018.
Okupansi Turun
Rendahnya penyerapan ruang kantor baru, membuat tingkat okupansi baik di CBD maupun di luar CBD menurun tajam, dari di atas 95% tahun 2014, menjadi di bawah 90% tahun 2015. Penurunan ini terjadi di semua level ruang kantor, dari kelas C hingga A.
“Penambahan gedung baru yang belum terjual membuat rata-rata okupansi menurun. Khususnya di kawasan TB Simatupang di mana okupansi grade A hanya 80%-an. Padahal, sebelumnya bisa 90%,” tutur Ferry.
Permintaan turun, membuat harga sewa perkantoran ikut terperosok. Harga sewa ruang kantor premium, turun dari Rp 600.000 per m2 (tahun 2014) menjadi Rp 450.000 per m2 (2015). Sedangkan harga sewa kantor Grade A dan B relatif stabil, berkisar Rp 300.000-Rp 350.000 per m2.
“Jumlah pasokan kantor yang masih kosong ditambah dengan tambahan ruang kantor baru membuat harga sewa semakin tertekan pada tahun 2016,” tegas Ferry.
Dia juga melihat, kondisi kurang baik juga terjadi pada perkantoran jenis strata tittle. Dari 900.000 m2 pasokan baru di luar CBD, terserap hanya 14%. Sedangkan di CBD, dari 350.000 m2, baru terserap 40%.
“Harga jual juga bergerak stagnan. Di CBD, rata-rata Rp 52,7 juta per m2. Sedangkan di luar CBD Rp 31,36 juta per m2. Di luar CBD, kenaikan tertinggi terjadi di TB Simatupang sebesar Rp 33,4 juta per m2,” tutup Ferry.
Editor: Hendra Soeprajitno