Tahun 2021, menjadi tahunnya recovery. Namun, di tengah upaya memperbaiki bisnis, para pelaku usaha juga tidak boleh melupakan adanya kompetisi yang terus terjadi. Pengusaha harus jeli untuk melihat apa yang dilakukan kompetitor mulai dari inovasi hingga strategi yang mereka lakukan.
“Pada tahun 2021, itu adalah momentum untuk transformasi. Setelah terjun ke kompetisi, kita harus merenungi kompetitor mana yang harus kita hadapi saat ini. Agar strategi yang sudah direncanakan tidak terlaksana dengan sia-sia,” ungkap Hermawan Kartajaya, Founder dan Chairman MarkPlus, Inc. pada acara HK Webinar Series: #RUN21RUN, Kamis (08/04/2021).
Lebih lanjut, Hermawan menjelaskan, terdapat empat medan persaingan di dunia bisnis. Mulai dari tradisional/konvesional vs. tradisional/konvesional, startup/digital vs. tradisional/konvesional, tradisional/konvesional vs. startup/digital, dan startup/digital vs. startup/digital.
“Ada kalanya startup menang dari perusahaan konvensional karena memanfaatkan digitalisasi. Tetapi, perusahaan konvensional juga memiliki kesempatan bertahan karena memiliki wisdom yang kuat. Karena itu, pada akhirnya keduanya harus disatukan,” pungkas Hermawan.
Ia menambahkan, bahwa menjadi OMNI atau memiliki sifat agile startup, wisdom yang kuat seperti perusahaan konvensional, dan pemanfaatan teknologi atau digitalisasi menjadi jawaban untuk dapatmemenangkan persaingan. Selain itu, Hermawan juga membagikan empat alternatif strategi yang bisa diaplikasikan para pelaku bisnis di tahun 2021.
Ia mengutip kerangka kerja marketing battle plan yang berasal dari buku Al Ries & Jack Trout berjudul Marketing Warfare. Di dalamnya dijelaskan bahwa ada empat hal yang bisa dilakukan pemasar berdasarkan posisi perusahaan dalam persaingan serta sumber daya yang dimiliki.
Keempat strategi tersebut adalah The Defensive Marketing Strategy, The Offensive Marketing Strategy, Flanking Marketing Strategy, dan Guerilla Marketing Strategy. Dua strategi pertama dapat digunakan oleh perusahaan besar yang telah menguasai market share, sedangkan dua terakhir dapat diaplikasikan di perusahaan kecil.
The Defensive Marketing Strategy biasanya digunakan untuk menjaga keuntungan kompetitif, mengurangi risiko terserang ataupun mengurangi risiko dari serangan kompetitor, serta memperkuat posisi sebagai pemimpin pasar. Salah satunya pernah dilakukan Coca-Cola ketika menghadapi Pepsi. Ketika itu, Coca-Cola menegaskan posisi mereka sebagai pemimpin pasar lewat tagline, Can’t Beat The Real Thing. Menurut Statista, Coca-Cola bahkan telah memimpin sejak tahun 2004.
Selanjutnya, ada The Offensive Marketing Strategy yang digunakan untuk menyerang kompetitor secara frontal. Ketika Coca-Cola berusaha menekankan pada pasar bahwa mereka yang memimpin, Pepsi menyerang dengan melakukan blind test untuk menguji preferensi rasa yang diminati konsumen. Kala itu, Pepsi unggul dibandingkan Coca-Cola.
Selanjutnya, pada Flanking Strategy sendiri ini merupakan strategi yang dilakukan perusahaan lain untuk memanfaatkan kelemahan dari lawan. Biasanya perusahaan yang mengambil strategi ini mengambil aspek yang tidak terlalu diperhatikan oleh kompetitor.
Misalnya, ketika Coca-Cola dan Pepsi memperebutkan posisi sebagai minuman cola favorit, 7Up justru hadir sebagai merek yang memperkenalkan The Un-Cola. Strategi 7Up ini menunjukkan bahwa menjadi unik justru lebih baik dari pada menjadi yang terbaik.
Terakhir, Guerilla Strategy yang digunakan penantang yang memiliki skala bisnis lebih kecil dan sumber daya yang terbatas untuk melakukan penyerangan berkali-kali. Dalam kasus minuman ringan ini, Crush menjadi penantang kecil yang hadir di pasar yang sama namun tidak melakukan banyak serangan. Mereka puas dengan apa yang ada dan merasa cukup.
Sejumlah strategi tersebut menjadi cara-cara yang dapat dipilih pelaku bisnis untuk menghadapi tahun 2021. Dengan aktivitas dan kebutuhan konsumen yang mulai menunjukkan perubahan lainnya, perusahaan dapat menyiapkan strategi yang cocok untuk diterapkan dan membantu perusahaan bertahan.
Editor: Eko Adiwaluyo