Tahun 2025, Transformasi Digital Diproyeksikan Bernilai US$ 100 Triliun
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyebutkan transformasi digital dapat menghasilkan nilai ekonomi sebesar US$ 100 triliun di Tanah Air hingga tahun 2025. Untuk menangkap peluang ini, pemerintah dan sektor swasta perlu mempercepat pengembangan dan inovasi digital.
Arsjad Rasjid, Ketua Umum Kadin menuturkan perkiraan tersebut telah diungkapkan dalam World Economic Forum (WEF). Bahkan, data Temasek, Google dan Bain & Company secara spesifik menyebut potensi ekonomi digital di Indonesia akan mencapai US$ 130 miliar pada tahun 2025 mendatang.
BACA JUGA: Dalam Transformasi Digital, Digital Mindset Menentukan
Oleh karena itu, Arsjad menilai perlu mengembangkan environment untuk mendorong eksplorasi dan inovasi. Salah satu yang perlu diperkuat adalah kemitraan inklusif bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM) dengan memanfaatkan ekosistem digital.
“Dalam melakukan transformasi digital kami menghadapi tantangan dalam pengembangan infrastruktur konektivitas, peningkatan literasi digital dan regulasi,” kata Arsjad melalui keterangannya, Senin (12/6/2023).
BACA JUGA: Lewat Transformasi Digital, PLN Jaga Pasokan Energi Primer
Agar potensi ekonomi digital dapat berjalan dengan baik, kolaborasi dalam membangun ekosistemnya perlu segera dilakukan. Dengan demikian, hal itu bisa berkontribusi terhadap perekonomian nasional.
“Ini menjadi modal bagi pihak pemerintah, swasta dan masyarakat untuk mengeksplorasi dan berinovasi di sektor digital untuk kemajuan Indonesia,” ujarnya.
Sementara itu, Pandu Sjahrir, Ketua Umum Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) menambahkan tantangan ke depan untuk menopang Indonesia menjadi negara maju pada tahun 2045 adalah pengembangan sektor kesehatan, inklusi sektor keuangan, turisme, industri kreatif. Sementara itu, sektor yang paling penting untuk dikembangkan adalah UKM.
Namun, dalam upaya menuju Indonesia emas tahun 2024, Pandu mengingatkan perlu investasi untuk melakukan transformasi digital. Dengan mendorong investasi di berbagai sektor, peningkatan kapabilitas kepemimpinan, membuka kemitraan inklusif dan terakhir memiliki dukungan regulasi.
“Inclusive society ini adalah soal akses dan kualitas layanan kesehatan. Social assistance and empowerment program. Ini penting karena 10% rakyat Indonesia tidak memiliki akses itu,” ucapnya.
Editor: Ranto Rajagukguk