Dalam rangka mempercepat pertumbuhan bisnis dan mencetak laba perusahaan, PT Djakarta Lloyd (Persero) bersikeras untuk melakukan sinergi antarBUMN tahun ini. Pasalnya, BUMN dan pemerintah menjadi pasar besar barang angkut.
“Masih banyak BUMN dan pemerintah yang menggunakan kargo dari pihak swasta dan asing, kami bisa ambil market itu,” kata Arham S. Torik, Direktur Utama PT Djakarta Lloyd (Persero) di sela-sela acara BUMN Marketeers Club ke-42 di Double Tree Hotel by Hilton, Jakarta, Rabu, (27/1/2016).
Saat ini, Djakarta Lloyd (DL) mengangkut batu bara untuk PLN dengan kapasitas 1 juta metrik ton per tahun. Angka itu tak sampai 5% dari volume angkut batu bara PLN yang sebesar 70 juta metrik ton per tahun. “Kami sedang tingkatkan volumenya menjadi 5 juta metrik ton per tahun,” terang Arham.
Selain PLN, PT Bukit Asam (Persero) juga memberikan kontribusi pengangkutan 1,5 juta metrik ton batu bara per tahun. Potensi angkut dari perusahaan batu bara ini mencapai 15 juta metrik ton per tahun.
Adapun, DL telah membidik sejumlah nama BUMN tahun ini, antara lain angkutan semen dari PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (20 juta ton/tahun), angkutan impor beras BULOG (1,6 juta ton/tahun), angkutan bijih besi Krakatau Steel (2 juta ton/tahun), serta angkutan kapal tanker untuk PT Pertamina (Persero) Tbk (161 unit/tahun).
Arham menekankan bahwa perusahaannya mengantongi market share sebesar 10% dari total proyek pengangkutan BUMN yang tengah atau telah dikerjasamakan dengan perusahaan swasta.
Setidaknya, ia menargetkan lima kontrak baru tahun ini senilai total Rp 1 triliun. Dia bilang, jika berhasil mendapatkan kontrak dengan BUMN lain, maka pihaknya akan memberikan potongan harga sekitar 2% “Alhasil, BUMN akan hemat operasional 2% jika mempercayakannya kepada kami,” terang Arham.
Posisi laba terakhir Djakarta Llyod sebesar Rp 18 miliar. Tahun ini, laba DL diharapkan bakal melejit empat hingga lima kali lipat paska suntikan dana Rp 350 miliar dari pemerintah akhir tahun lalu. “Kami harus mencetak laba minimal Rp 60 miliar tahun ini. Kalau tidak, kami malu,” tuturnya.
Editor: Eko Adiwaluyo