Menjadi salah satu warisan budaya bangsa yang telah diakui oleh UNESCO, batik menjadi primadona Indonesia yang layak untuk diperkenalkan ke mata dunia. Berupaya mengembangkan industri batik nasional di kancah global, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan dapat meningkatkan nilai ekspor batik hingga 8% di tahun ini.
Industri batik turut mendorong pertumbuhan gemilang di sektor industri tekstil dan pakaian jadi pada triwulan I tahun 2019. Batik nasional menyabet posisi pertumbuhan tertinggi mencapai 18,98%. Kinerja ini melampaui pertumbuhan ekonomi sebesar 5,07% di periode yang sama.
Sementara, ekspor batik Nusantara menurut catatan Kemenperin mencapai US$52,44 juta atau setara Rp734 miliar (kurs Rp14.000 per US$) pada 2018. Tahun ini, Kemenperin menargetkan ekspor batik nasional dapat tumbuh 6%-8%.
“Batik menjadi identitas bangsa yang semakin populer dan mendunia. Industri batik juga memiliki peran penting bagi perekonomian nasional serta menjadi penyumbang devisa negara, karena memiliki pasar ekspor yang besar seperti di Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Rabu (08/05/2019).
Selain itu, ekspor batik Nusantara tercatat mencapai USD52,44 juta atau setara Rp734 miliar (kurs Rp14.000 per USD) pada tahun 2018. Kemenperin menargetkan nilai ekspor batik nasional dapat meningkat hingga 6-8 persen pada tahun 2019.
“Saat ini, batik telah bertransformasi menjadi berbagai bentuk fesyen, kerajinan dan home decoration yang telah mampu menyentuh berbagai lapisan masyarakat baik di dalam maupun luar negeri,” ujar Airlangga. Untuk itu, Kemenperin terus mendorong peningkatan produktivitas dan perluasan pasar bagi industri batik nasional.
Selain itu, Airlangga mendorong agar industri batik menjadi sektor yang ramah terhadap lingkungan.
“Industri batik mulai memperkenalkan bahan baku baru seperti dari serat rayon atau memanfaatkan biji kapas sehingga tentunya dengan material baru ini menghasilkan produk yang lebih menarik dan kompetitif. Selain itu, penggunaan zat warna alam pada produk batik juga merupakan solusi dalam mengurangi dampak pencemaran dan bahkan menjadikan batik sebagai eco-product yang bernilai ekonomi tinggi,” papar Airlangga.
Pengembangan zat warna alam dinilai turut mengurangi importasi zat warna sintetik. Di tengah persaingan global yang semakin kompetitif dan dinamis, preferensi konsumen terhadap produk ramah lingkungan terus meningkat. Batik warna alam hadir menjawab tantangan tersebut dan diyakini dapat meningkatkan peluang pasar.
“Untuk itu, saya mengimbau kepada seluruh perajin dan pelaku usaha batik yang hadir di sini untuk terus mengeksplorasi potensi zat warna alam yang kita miliki, sehingga dapat memperkaya ragam batik warna alam Indonesia, termasuk motifnya. Selain itu juga adanya kolaborasi desain, yang seperti memadukan dengan tenun,” ujar Airlangga.