Apakah masyarakat Indonesia yang berpendidikan dan memiliki penghasilan yang baik pasti melek finansial? Rasanya belum tentu. Pendapat ini pantas mengemuka setelah melihat hasil survei Manulife Investor Sentiment Index yang menyimpulkan bahwa masyarakat Indonesia tidak memiliki tujuan keuangan yang jelas.
Berdasarkan survei yang dilakukan untuk ke-10 kalinya itu, investor Indonesia disebut gagal dalam menyimpan dana untuk kebutuhan jangka panjang. Pasalnya, lebih dari 70% investor mengatakan bahwa mereka tidak memiliki target jumlah dana simpanan.
Bahkan, dari investor yang memiliki target dana simpanan, sebagian besar ternyata hanya memiliki tujuan jangka pendek, alias 76% memiliki target simpanan untuk satu hingga empat tahun ke depan.
Selain itu, investor pun menempatkan rata-rata sepertiga (33%) dari dana simpanannya di rekening tabungan atau deposito tanpa tujuan tertentu. Mereka menganggap, tabungan dan deposito adalah investasi. Padahal, bukan.
Sebab, tabungan dan deposito tidak menghasilkan imbal hasil yang tinggi, karena risikonya tergolong rendah. Malahan, menurut Presiden Direktur Manulife Asset Management Indonesia (MAMI) Legowo Kusumonegoro, meski deposito menawarkan bungan 8%, namun setelah dipotong pajak dan inflasi, aset investor malah bisa minus.
“Sehingga, deposito tidak bisa disebut investasi. Karena aset bisa terkikis inflasi,” ujarnya saat memberikan pemaparan di kantor pusat Manulife, Jakarta, Kamis, (4/2/2016).
Ambil Risiko Tinggi
Legowo melanjutkan, saham adalah instrumen investasi yang menghasilkan imbal hasil besar, meskipun berresiko tinggi. Artinya, semakin besar dana investor dialokasikan ke saham, semakin tinggi imbal hasil yang akan diperoleh. “Masyarakat belum berani ambil risiko. Mereka belum tahu produk investasi selain deposito,” ujarnya.
Dia mengilustrasikan, apabila komposisi investasi saham 20%, obligasi 50%, dan deposito 30%, imbal hasil saham yang bisa diperoleh mencapai 9,4%. Namun, jika porsinya digeser menjadi saham 40%, obligasi 40%, dan deposito 20%, imbal hasil pun akan lebih besar, mencapai 10,2%.
“Yang paling berisiko namun menghasilkan imbal hasil tinggi adalah apabila investor mengalokasikan 70% dananya ke saham, obligasi 25%, deposito 5%. Tingkat imbal hasil sebesar 13,7%,” terangnya.
Melihat kondisi makroekonomi saat ini, Legowo mendorong investor untuk berani berinvestasi di instrumen yang berisiko tinggi tahun ini. Alasannya, ia yakin kondisi ekonomi lebih stabil dibanding tahun lalu.
“Tahun ini, Manulife memprediksi saham tumbuh 8%-12%, Obligasi 12%, dan deposito tumbuh 5,5%,” papar Legowo.
Editor: Eko Adiwaluyo