Tak Melulu RLS, Ini 4 Hal yang Bikin Anda Menggoyangkan Kaki saat Duduk
Apakah Anda sering menggoyangkan kaki saat duduk? Tindakan ini sering kali dikaitkan dengan sindrom kaki gelisah alias restless legs syndrome (RLS).
Padahal, ada beberapa faktor psikologis yang membuat Anda secara tidak sadar melakukan kebiasaan tersebut. RLS memang menjadi salah satu penyebab umum seseorang menggoyangkan kaki secara tidak terkendali, bahkan ketika tidak sedang melakukan aktivitas fisik.
Kondisi ini berkaitan dengan disfungsi otak yang mengatur gerakan tubuh. Namun, di samping itu, ada beberapa faktor psikologis atau kondisi medis tertentu lainnya yang membuat seseorang menggoyangkan kaki saat duduk. Melansir Hello Sehat, berikut penjelasannya:
BACA JUGA: Mengenal Chroming, Tren TikTok yang Bisa Sebabkan Kematian
Merasakan Kecemasan
Salah satu penyebab utama seseorang menggoyangkan kakinya adalah kecemasan. Kondisi ini dapat menimbulkan agitasi fisik, yang lantas membuat kaki bergerak secara spontan sebagai cara tubuh menyalurkan stres tersebut.
Kelebihan Energi
Konsumsi kafein atau stimulan lain juga bisa membuat kaki seseorang tidak bisa diam. Hal ini juga sering terlihat pada mereka yang memiliki gangguan ADHD, yang mana menggoyangkan kaki atau anggota tubuh lainnya menjadi cara untuk menyalurkan hiperaktivitas mereka.
Ekspresi Emosi
Ketidaksabaran, kebosanan, atau semangat yang berlebihan juga bisa menyebabkan seseorang menggoyangkan kaki. Dalam beberapa kasus, orang melakukan hal ini untuk menyalurkan perasaan tersebut.
BACA JUGA: Bolehkah Tidur dengan Kipas Angin Menyala Semalaman? Ini Kata Ahli
Mengalami Stres
Stres juga menjadi salah satu pemicu gerakan kaki yang tidak disadari, sebab saat menghadapi situasi yang menekan, otot-otot tubuh, termasuk di kaki, menjadi tegang. Gerakan kaki spontan dapat menjadi cara alami tubuh meredakan ketegangan tersebut.
Selama kebiasaan menggoyangkan kaki tidak mengganggu aktivitas sehari-hari, kondisi ini dianggap wajar. Namun, jika kebiasaan ini mulai mengganggu, ada baiknya berkonsultasi dengan psikolog.
Editor: Ranto Rajagukguk