Tantangan pelaku bisnis, khususnya usaha mikro, kecil dan menengah (UKM) saat pandemi COVID-19 sangatlah besar. Hal ini dibuktikan dari total 65 juta UKM yang ada di Indonesia, sebanyak 87,5 persen di antaranya terdampak pandemi.
Pontjo Suharwono, EVP Divisi Business Service PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. menuturkan meski pelaku UKM terdampak pandemi, faktanya 64,2 persen justru berhasil bertahan. Ini menandakan, pandemi COVID-19 membuat UKM memaksimalkan potensi usaha dengan memanfaatkan berbagai saluran, salah satunya sektor digital.
“Ada strategi UKM yang diterapkan untuk bisa survive dari berjualan offline dan memindahkannya ke daring,” kata Pontjo dalam Marketeers Hangout 2022: Ajang Kumpul UKM se-Indonesia bertema Belajar, Berkarya, dan Bertumbuh yang dihelat melalui Zoom, Rabu (10/8/2022).
Selain bertransformasi secara digital, dia melihat UKM juga menerapkan efisiensi dalam proses bisnisnya. Alhasil, selain bertahan saat pandemi, transformasi digital membantu UKM untuk makin kompetitif.
Pontjo mengakui transformasi digital, khususnya di era pascapandemi bukan tanpa kendala. Dengan era industry 4.0, UKM dituntut membawa usahanya untuk lebih simpel yang mana proses bisnis berjalan efektif dan efisien.
Selanjutnya, transformasi digital menuntut UKM untuk memberikan harga produk yang terjangkau, mudah diakses dan cepat dalam proses transaksinya. Jika dimaksimalkan, bisnis UKM diharapkan makin besar dan bahkan bisa berkompetisi di pasar global, khususnya pada pascapandemi.
“UKM harus menerapkan ACT, yaitu act, adopt dan change. UKM harus mau berubah dan mau bertransformasi secara digital. Kalau tidak mereka akan die,” ujarnya.
Dia menilai pemanfaatan transformasi digital berpeluang mendorong UKM untuk menjual produknya ke luar negeri. UKM bisa menggunakan cara pemasaran atau marketing yang unik, yaitu menjual produk kemasan dengan konsep bercerita.
“Produk UKM Bisa dijual di luar negeri dengan kemasan menarik. Beberapa kopi (dipasarkan) di sana dikemas atau dibentuk punya story. Punya cerita kenapa ada kopi luwak, dari pertanian apa dan sebagainya,” ucapnya.
Bahkan, dia melihat dengan digitalisasi, seseorang bisa memproduksi barang atau jasa dengan merek sendiri tanpa memiliki alat, pabrik ataupun melakukan research and development yang memakan biaya. Fenomena maklun ini jamak terjadi di industri kosmetik atau skincare dalam negeri.
Pelaku UKM di sektor kosmetik ataupun skincare melakukan kerja sama dengan pabrik yang sudah ada. Bahkan, tak jarang merek tanpa pabrik pun bisa sukses bersaing dengan brand besar ataupun produk dari luar negeri.
“Tanpa harus punya peralatan sendiri hingga pabrik tapi bisa berproduksi. Ini bisa terjadi berkat sentuhan digital,” tuturnya.