Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) terus berusaha mengurangi impor Liquefied Petroleum Gas (LPG). Salah satu caranya dengan melakukan diversifikasi energi yang mana memanfaatkan sumber energi alternatif.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji berharap adanya koordinasi untuk menetapkan sumber energi pengganti LPG di setiap wilayah. Dengan demikian, program untuk mengurangi impor LPG bisa berjalan dengan baik.
“Jangan sampai bertumpuk-tumpuk, jadi yang diganti oleh listrik jangan diganti juga oleh gas bumi,” kata Tutuka di Jakarta, Selasa (21/6/2022).
Menurut Tutuka, impor LPG bisa dikurangi dengan memanfaatkan sumber gas bumi di sejumlah daerah. Lokasi yang dekat sumber gas bumi dialiri melalui pipa untuk mengalirkannya ke rumah tangga.
Sementara itu, wilayah yang tidak memiliki sumber gas bumi bisa memulai dengan mengonversi penggunaan kompor gas menjadi kompor listrik. “Kan ada sumber gas, ya kita pakai gas. Kalau nggak ada sumber gas di kota-kota yang tidak ada sumber gas ya kita pakai listrik,” ujarnya.
Tutuka menambahkan, gas bumi adalah energi yang bisa digunakan tidak hanya untuk rumah tangga, melainkan menggerakkan industri. Sektor industri yang menjadikan gas bumi sebagai bahan baku di antaranya, pupuk, petrokimia, kertas, logam keramik, kaca, makanan dan minuman (mamin), baja, hingga ban.
Selain itu, dia melihat, penggunaan gas bumi untuk rumah tangga jauh lebih ekonomis ketimbang menggunakan LPG. Bagi pelaku usaha kecil menengah (UKM), penggunaan gas bumi bisa mendorong efisiensi hingga peningkatan produktivitas.
“Banyaknya pemakaian gas itu lebih murah untuk menghasilkan sesuatu, produktivitasnya naik, efisiensi naik, akan bertambah. Kalau kita pakai gas dan gambaran potensi yang banyak, estimasi kita 30 tahun masih bisa,” ucapnya.
Sebagai informasi, porsi gas bumi untuk memenuhi kebutuhan domestik setiap tahunnya meningkat. Pada tahun lalu, realisasi penyaluran gas bumi mencapai 5.684 BBTUD, yang mana porsi untuk domestik mencapai 66%.
Pemanfaatan gas domestik paling besar untuk industri sebesar 27,79%. Selanjutnya, ekspor LNG mencapa 21,56%, gas untuk ekspor 12,98% dan kelistrikan 11,9%.