Perubahan dari offline menuju online sudah lama terjadi. Perubahan tersebut sudah terjadi dalam beberapa kasus bisnis. Pemain-pemain offline yang tadinya adalah pemain besar secara perlahan mulai berguguran di tangan pelaku bisnis online.
Dalam layanan penyedia film misalnya, dulu ada sebuah layanan Blockbuster yang amat terkenal. Perlahan bisnisnya tergerus dengan hadirnya layanan Netflix. Toko buku ternama Borders juga mengalami nasib yang sama. Posisinya disalip oleh kehadiran Amazon yang memiliki katalog dan jangkauan yang lebih luas.
Indonesia juga memiliki kasus yang sama. Misalnya jasa transportasi umum seperti taksi mulai terancam dengan hadirnya layanan ojek online. Toko-toko swalayan seperti Matahari Departement Store, Ramayana, bahkan sekelas Sogo juga bisa terancam dengan kehadiran Blibli.com, Tokopedia, dan lapak-lapak sejenisnya.
“Teknologi dapat mendorong sebuah pertumbuhan, Indonesia bisa lebih baik dalam hal teknologi. Industrinya sedang sangat berkembang,” ujar Yansen Kamto, Founder Kibar, dalam acara MarkPlus Center di Jakarta, Rabu (25/11/2015).
Yansen yang baru saja mengikuti rombongan Presiden Joko Widodo dalam lawatannya ke Amerika Serikat pada Oktober lalu mengatakan saat ini Indonesia dipandang oleh Sillicon Valley sebagai digital economy terbesar di Asia Tenggara. “Indonesia adalah pemain. Bukan lagi hanya menjadi lahan bisnis bagi para pelaku digital,” katanya.
Melihat kondisi perubahan dari offline menuju online, menurutnya, tidak akan mematikan sebuah bisnis yang sudah ada sebelumnya. “Teknologi tidak mematikan bisnis yang sudah ada. Teknologi hadir untuk mendorong serta menambah nilai ekonomi dari bisnis yang sudah ada,” pungkas Yansen.