Kecanduan smartphone bukan hal yang mengherankan. Mulai dari anak-anak yang merengek-rengek meminjam smartphone orang tuanya, hingga pejalan kaki yang nyaris kehilangan nyawa karena fokus melihat lini masa Facebook mereka. Semua orang hampir tidak bisa lepas dari smartphone!
Sayangnya, raksasa teknologi yang menghadirkan aplikasi yang membuat orang “kecanduan” itu cenderung tidak mau mengakui bahwa ini adalah ulahnya. Mereka mengatakan bahwa orang-orang menggunakan fitur dan aplikasi karena memberikan manfaat dan layanan berharga. Mereka juga mengklaim, smartphone telah membuat seseorang lebih produktif, efektif, dan meningkatkan kualitas hidup.
Akan tetapi, sebuah studi dari tim dari sistem operasi Android milik Google malah menemukan sesuatu yang lebih memprihatinkan dari yang mungkin pernah orang sadari.
Krisis Perhatian
Studi ini membahas apa yang disebut Google sebagai “JOMO” (Joy of Missing Out) atau ketakutan akan kehilangan rasa bahagia. Berdasarkan survei kepada orang berusia 18 hingga 65 tahun yang memantau penggunaan smartphone, baik Android ataupun iOS, semua mengatakan mereka tidak akan mempertimbangkan untuk “mengistirahatkan” ponsel mereka.
Beberapa orang malah mengatakan bahwa mereka menghabiskan banyak waktu secara pasif hanya untuk menggeser-geser jemari mereka di layar ponsel. Hal ini mengindikasikan adanya pola “trigger, action, dan reward” dalam setiap aplikasi populer. Pola tersebut berhasil mengkondisikan si pemilik ponsel.
Bisikan Hantu
Begitu ketagihan, pemiliknya bahkan mengaku merasakan adanya “bisikan hantu”. Orang saat ini selalu membayangkan bahwa dirinya telah menerima pesan, sehingga setiap beberapa detik sekali, mereka akan mengecek layar ponsel mereka. Padahal, ponsel mereka tidak sama sekali mengeluarkan notifikasi apapun.
Beberapa responden dalam penelitian ini bahkan mengaku berulang kali meng-upgrade aplikasi yang sedang mereka gunakan. Tujuannya adalah untuk menemukan konten-konten baru yang muncul di feed mereka. Hal ini memberikan pemicu bagi seseorang untuk memberikan tanggapan, like, atau membagikannya kepada rekan-rekan mereka.
Walau penelitian ini tidak menyebutkan nama aplikasi, akan tetapi ia menyoroti “pemicu otomatis” yang umumnya ditemukan di jejaring sosial. Seperti “infinite scroll” yang berarti pengguna tidak pernah tiba pada akhir feed di Facebook mereka.
Yang jelas, orang-orang cenderung menyukai aplikasi yang dapat membatasi waktu mereka. Perusahaan seperti Google dan rekan-rekannya harus melihat adanya celah untuk mengurangi penggunaan pada produknya sendiri dengan aplikasi dan fitur baru. Tentunya, ini akan menguntungkan semua orang.
Editor: Sigit Kurniawan