Teknologi membuat segalanya mudah, termasuk dalam membeli pulsa. Kehadiran mobile banking, e-commerce dan on-demand services seperti Tokopedia dan Go-Jek mengubah cara konsumen membeli pulsa, dari pergi ke konter menjadi langsung klik di ponsel cerdas mereka.
Walau terlihat lebih maju, ternyata pembelian pulsa melalui jalur digital seperti di atas hanya menguasai 3% dari total transaksi pulsa di tanah air. Sekitar 20% berasal dari pembelian di ritel modern seperti Alfamart dan Indomaret. Sementara yang terbesar justru melalui jalur konvensional atau konter pulsa yang menguasai 75%-80%.
Data itu disampaikan CEO PT Mitra Komunikasi Nusantara Tbk (MKNT) Robby Tan ketika round-table interview dengan awak media membahas strategi MKNT membangun platform TI untuk mempermudah pendistribusian pulsa. (Baca: Bagaimana Bisnis Distribusi Pulsa Era Digital?)
Menurut Robby, ada berbagai alasan mengapa pembelian pulsa di konter fisik masih tetap tinggi. Pertama, pulsa adalah “barang angin” alias barang yang diperjual-belikan atas dasar kepercayaan. Menurutnya, konsumen Indonesia masih khawair pulsa yang dibelinya tidak masuk atau diterima. Karena itu, asas kepercayaan masih tinggi antara penjual dan pembeli.
Kedua, konsumen Indonesia memilih berbelanja pulsa dalam nominal kecil, seperti Rp 5.000 atau Rp 10.000, meskipun frekuensi pembeliannya sering. Nominal sebesar itu tidak tersedia jika konsumen membelinya secara online.
“Kendati demikian, diakui bahwa pertumbuhan transaksi pembelian pulsa melalui mobile adalah yang tertinggi. Tapi, jumlahnya masih sedikit,” terang dia.
Tak heran, sampai saat ini, 95% pendapatan MKNT yang merupakan distributor resmi Telkomsel berasal dari penjualan pulsa. Sementara 5%-nya diambil dari penjualan smartphone. Saat ini, perseroan mengantongi 125.000 outlet dari 15 kluster yang tersebar di Sumatera, Jawa, dan Bali. Tahun ini, ia menargetkan bisa meraih 150.000 outlet dengan Cikarang sebagai kluster baru.
Robby menjelaskan, ada dua cara yang mampu meningkatkan pendapatan MKNT sebagai distributor pulsa. Pertama, MKNT memperoleh kluster atau area pemasaran baru. Namun, untuk soal ini masih menjadi wewenang Telkomsel sebagai operator resmi. Operator itu kini memiliki 21 distributor dengan total penjual pulsa terdaftar mencapai 400.000 outlet.
Kedua, adanya peningkatan frekuensi pembelian pulsa oleh konsumen akhir, yang menuntut outlet membeli pulsa ke distributor jauh lebih banyak. Ia bilang, saat ini, bisnis pulsa didorong oleh pembelian paket data dan starter pack. Sementara, pulsa untuk keperluan telepon (voice) dan SMS semakin berkurang.
Semakin cepat jaringan broadband saat ini, yang telah menyentuh 4G LTE, semakin mudah konsumen berselancar di dunia online. Artinya, pulsa data kian banyak tersedot. Kalau sudah begitu, konsumen bakal membeli pulsa lebih sering.
“Apalagi, Telkomsel baru saja memperoleh frekuensi baru yang membuat penggunanya semakin bertambah. Sehingga, pengunaan internet juga akan semakin meningkat,” tutur Robby.
Ia tidak khawatir kehadiran startup digital yang menjual pulsa kepada para penggunanya akan mendisrupsi bisnis yang ia bangun sejak satu dekade lalu. Sebab, MKNT punya satu amunisi lain. Salah satu anak usahanya kini menjadi pemasok pulsa untuk salah satu marketplace terbesar tanah air. “Jadi, tidak mendisrupsi bisnis kami secara langsung,” ujar dia.
Untuk meningkatkan market size perseroan, pihaknya tengah bekerja sama dengan salah satu peer-to-peer lending untuk memberikan pinjaman kepada mitra penjual yang ingin meningkatkan skala bisnisnya. Menurut Robby, yang menjadi kendala penjual pulsa untuk berkembang adalah masalah keterbatasan modal.
Lewat cara itu, penjual bisa memperoleh pinjaman sebesar Rp 500.000-Rp 1,5 juta untuk membeli pulsa lebih banyak. “Sebab, bisnis pulsa adalah bisnis yang langsung dibayar di muka. Modal awal itu sangat diperlukan,” katanya.
Sejak diluncurkan November 2017, sudah ada 6.000 outlet yang menggunakan jasa tersebut. Strategi itu diakui Robby berhasil meningkatkan permintaan pulsa dari mitra sekitar 23%. Dia bilang, semakin sering outlet memesan, artinya semakin cepat produk terserap konsumen. “Dengan begitu, bisnis MKNT semakin meningkat. Yang juga berarti bahwa operator semakin untung,” tutur dia.
Perusahaan yang fokus pada penjualan prepaid voucher dan kartu perdana Telkomsel ini yakin bisa meraih laba bersih sekitar Rp 90 miliar-Rp 100 miliar tahun 2018. Torehan itu diyakini bisa tercapai lantaran target pendapatan perseroan diproyeksikan meningkat 60% dari Rp 6 triliun pada tahun 2017 menjadi Rp 10 triliun.
Sedangkan omzet perusahaan per September 2017 lalu telah mencapai Rp 3,72 miliar. Melihat pertumbuhan penjualan tahun lalu, Robby yakin perusahaannya bisa membukukan omzet tahun lalu di angka Rp 50 miliar.
Ia mengatakan, margin distributor pulsa memang kecil, antara 0,7% hingga 2%. Skemanya, untuk pulsa Rp 100.000, MKNT menjual kepada outlet sebesar Rp 98.000. Sedangkan outlet bisa menjual ke konsumen akhir antara Rp 100.000-Rp 102.000. “Justru, presentase margin outlet jauh lebih besar,” terang dia.
Editor: Eko Adiwaluyo