Siapa tidak menyangka kalau pebisnis properti Donald Trump akan memenangi pemilu presiden AS mengalahkan Hillary Clinton. Selain menyuarakan hal berbau SARA, satu hal yang cukup dikhawatirkan dari janji-janji kampanye Trump adalah sistem ekonomi proteksionisme di mana sekarang negara-negara lain sudah mulai menyuarakan open economy.
Artinya, kebijakan-kebijakan ekonomi Trump nanti akan mendahulukan kepentingan AS daripada mempertimbangkan kondisi global. Negara-negara yang selama ini bertransaksi dagang dengan AS pasti khawatir karena ekspor impor mereka akan tersendat. Dan, kebijakan Trump ditakutkan menjadi kenyataan karena ia sosok berbeda dibanding pendahulu-pendahulunya.
“Kalau politikus yang mencalonkan diri belum tentu janji-janji mereka akan dilaksanakan ketika terpilih. Jadi, jangan percaya sama politikus ketika mereka kampanye. Sayangnya Trump kan bukan politikus, dia adalah pebisnis. Janjinya ketika kampanye bisa saja direalisasikan. Ketika dunia mengarah ke globalisasi, dengan adanya Trump sebagai Presiden AS, yang ditakutkan adalah kita semua justru akan kembali ke kondisi zaman dulu. Bukannya maju tapi malah mundur,” ujar Direktur Group Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan OJK Doddy Ariefianto di Jakarta beberapa waktu lalu.
Efeknya memang terasa ketika Trump terpilih pada November 2016 lalu. Berbagai mata uang dunia banyak yang rontok. Dolar AS menguat. Dunia saat ini menunggu seperti apa kebijakan Trump nantinya, yang artinya ekonom-ekonom dunia benar-benar berjalan di tengah kabut tanpa bisa memprediksi seperti apa kondisi di masa mendatang ketika ia resmi menjabat. Namun, Doddy masih bisa melihat sisi lain andai kebijakan proteksionisme direalisasikan. Ketika kebijakan America first dijalankan ekonomi mereka diperkirakan akan over heating karena ekonomi mereka tumbuh terlalu cepat.
“Efek buat Indonesia apa? Saya kira tidak akan terlalu gloomy. Saya yakin Indonesia bisa berjalan sendiri. Apalagi pertumbuhan kita masuk tiga besar terbaik di dunia. Belum lagi ada dana masuk dari tax amnesty yang laporannya mencapai Rp4.000 triliun. Secara ekonomi kita seharusnya baik-baik saja tahun depan,” ungkap Doddy.
Dengan prediksi pertumbuhan ekonomi mencapai 5,1% tahun 2016 ini, tahun 2017 Indonesia diperkirakan akan tumbuh 5,2% sampai 5,3%. Sementara dolar AS terhadap rupiah diperkirakan masih di angka cukup aman Rp13.300. Satu lagi, tidak akan terlalu berdampaknya terpilihnya Trump kepada Indonesia adalah bahwa ada index yang menghitung seberapa besar efek Trump kepada suatu negara.
Dalam indeks itu Indonesia hanya mendapatkan nilai 36 dari 100. Artinya, dampaknya tidak besar. Bandingkan dengan negara tetangga Malaysia, mereka mendapatkan indeks cukup tinggi pada angka 72. “Ekonomi Indonesia masih akan tetap terkelola,” tutup Doddy.
Editor: Sigit Kurniawan