Bisnis minuman fresh-to-cup menjadi semakin menjamur di tengah gaya hidup masyarakat Indonesia. Salah satu brand yang terbilang berhasil menangkap tren ini dengan baik hingga berhasil mencuri perhatian adalah Mixue.
Meski saat ini pemainnya sangat banyak dan memiliki pasar yang begitu kompetitif, namun tetap masih ada saja yang ingin memasukinya dan ikut bersaing dalam pasar tersebut.
Bisnis Mixue menjadi salah satu yang paling terkenal saat ini, terutama es krim yang menjadi menu terlaris yang banyak dibeli dengan harga yang menarik, sekaligus rasa yang enak untuk dinikmati.
Untuk mengupas lebih dalam mengenai strategi bisnis minuman, terutama Mixue, Ignatius Untung, Praktisi Marketing dan Behavioral Science membagikan wawasannya dalam program Market Think pada kanal YouTube MarketeersTV.
Untung menyebutkan bahwa pertumbuhan bisnis Mixue sangat cepat, bahkan mungkin bisa mencapai ribuan outlet di Indonesia. Minuman Mixue menjadi viral dan mendadak dibicarakan banyak orang.
“Mixue kasih good value for money yang akhirnya cepet banget pertumbuhannya akhirnya viral, banyak yang mau coba, dan menciptakan FOMO (fear of missing out),” ungkap Untung.
Apa yang dilakukan oleh Mixue menjadi sangat menarik untuk dipelajari oleh para Marketeers karena belum ada yang seperti itu sebelumnya. Untung menyampaikan bahwa pasar minuman boba dan kopi sudah banyak sebelumnya, namun untuk spesialisasi es krim belum ada, terutama yang dapat bersaing dari segi harga.
Pasar es krim di Indonesia umumnya dikuasai oleh restoran fast food, seperti McD, AW, dan KFC. Namun, mungkin banyak orang yang malas untuk datang ke restoran fast food hanya untuk membeli ek krim. Peluang inilah yang digarap oleh Mixue.
BACA JUGA: 5 Ide Bisnis Franchise yang Layak Dicoba di Tahun 2023
Berkat Mixue, pasar es krim menjadi semakin bertumbuh dan banyak pesaingnya, seperti WeDrink dan Ai-CHA yang dibuat mirip dengan Mixue, baik dari segi warna, logo, dan rasa.
Strategi bisnis Mixue
Banyak orang bilang bahwa bisnis ini tergantung dengan tren dan tidak akan bertahan lama. Setelah tumbuh ratusan cabang, penjualan malah terus semakin menurun dan stagnan. Benarkah demikian?
Produk generik
Pertama, bisnis Mixue memiliki produk yang generik, sehingga mudah untuk ditiru oleh para pemain baru.
“Produknya generik, semua bisa, menunya nggak luar biasa unik, bahannya pun pabrikan, hal ini menyebabkan produk amat sangat mudah untuk di-copy. Entry point Mixue itu adalah harga bikin orang mau consider karena harganya murah, kalau nggak enak juga tidak apa-apa, namun ternyata enak dan ini yang menarik,” jelas Untung.
Harga murah
Untuk menyebutkan bahwa harga adalah hal paling universal. Semua orang suka harga murah dengan kualitas yang sama, tetapi harga juga seperti dendam, bisa dibalas dengan mudah dan sering kali malah saling berbalas.
Produk A murah, tapi produk B bisa jauh lebih murah. Inilah yang terjadi dalam bisnis Mixue.
Strategi bersaing yang dimiliki Mixue adalah brand dibangun sebatas harga. Walaupun ada faktor rasa yang cukup bisa dijual, namun strategi yang membuat orang untuk tidak berpikir dua kali untuk membeli Mixue adalah harga.
“Dengan harga semurah ini, sulit untuk punya margin yang bisa kasih ruang untuk pemilik brand dalam membangun brand. Membangun brand kan perlu investasi dan menjadi pagar paling kuat untuk melindungi sebuah bisnis,” tuturnya.
Strategi membangun brand
Dalam hal membangun brand, terdapat tiga hal yang diperhatikan, baik brand identity, brand exposure, dan experience. Untung mengungkapkan bahwa bisnis Mixue ini setidaknya membangun dua di antara ketiganya.
Pertama adalah brand exposure yang disebarkan melalui value for money yang menjadi WOW factor dan memberikan eksposur besar, sehingga banyak orang yang membicarakannya, terlebih lagi outlet-nya sudah di mana-mana.
Kedua adalah experience di mana tokonya cukup rapih, bersih, proper, dan orang bisa menikmati outlet meski tidak lama-lama. Dari segi produk, ini juga menjadi keunggulan Mixue.
Namun sayangnya, brand identity masih menjadi hal yang perlu dijadikan perhatian kembali karena menjadi dasar utama.
“Mixue bukan nggak ada identity, clear sebenarnya, tetapi tidak luar biasa berbeda. Walaupun bisa dikenali, tetapi tetap mudah untuk ditiru. Brand exposure dan experience pun juga gampang untuk di-copy. Akhirnya, kekuatannya lebih ke distribusi, seberapa banyak cabang. Dibeli karena available di dekat kita, bukan karena saya pengen itu,” ungkapnya.
BACA JUGA: 5 Strategi Loyalty Marketing, Jaga Pelanggan Anda agar Selalu Membeli
Terutama model bisnis franchise yang sanagt menguntungkan, pihak Mixue memiliki bargaining power yang besar terhadap para franchisee karena tren yang sedang meningkat, viralitas, dan hits di masyarakat.
Dengan begitu, Mixue bisa buka cabang dengan cepat, modal relatif tidak besar, risiko dibagikan ke partner franchise, dan mau sebanyak apapun cabang yang dibuka, Mixue tetap bisa mendapatkan pemasukan dari bahan yang dibeli dan royalty.
Beberapa contoh brand yang juga demikian adalah Haus dan Teguk, minuman es sirup yang karakteristiknya mirip dengan Mixue yang mungkin sudah tidak mengalami kenaikan ekstrem dan saat ini relatif dalam keadaan yang lebih stabil.
Growth strategy untuk Mixue
Tak hanya melakukan analisis, Untung juga membagikan sejumlah strategi ekspansi yang bisa dilakukan oleh Mixue. Pertama adalah fokus apda distribusi untuk terus menambah outlet sebanyak-banyaknya dengan modal biaya franchise yang tidak terlalu besar agar mudah untuk dibeli oleh franchisee karena risiko yang lebih rendah.
“Hal yang paling penting dalam distribusi adalah mencari tempat yang ramai, dekat sekolah dan kampus, memanfaatkan crowd yang sudah ada,” sebutnya.
Untung juga tetap menyarankan pihak bisnis Mixue untuk mencari pembeda, tidak harus selalu soal rasa, mungkin bisa dari bahan gula, misalnya dengan gula yang sehat atau Stevia.
Misalnya juga Mixue dapat menyasar segmen pasar yang ingin menjaga badan ideal dan sehat dengan varian produk sehat, berprotein tinggi, dan lainnya.
Bisnis ini banyak mengandalkan tren, tetapi tidak boleh demikian, bisnis Mixue harus dapat menciptakan trennya sendiri secara berkala, sama seperti yang dilakukan banyak brand lainnya di brand-brand fast food.
Tren ini tidak perlu permanen, cukup periodik hitungan bulan, tujuannya untuk memberikan alasan bagi pelanggan agar ingin balik lagi ke Mixue.
Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz
BACA JUGA: Rahasia Sukses di Balik Bisnis Restoran, Bukan Cuma Soal Rasa!