The 9 Building Blocks of A Business Model: How to Build Business Models Beyond Profit
“Business must be put for profit, but profit must also be for purpose.”
Kalimat di atas saya kutip dari Mads Kjaer, salah seorang pendiri MYC4. Sebagian dari Anda yang belum familiar dengan nama itu mungkin bertanya-tanya, “apa itu MYC4?”. MYC4 adalah pasar on-line yang menghubungkan beragam orang dari seluruh dunia dengan entrepreneur di Afrika yang kekurangan modal untuk mengembangkan bisnis. Dengan mengandalkan internet sebagai infrastrukturnya, MYC4 mencoba menangkap potensi bisnis yang menjanjikan di Afrika untuk dimanfaatkan oleh para pemodal. Melalui MYC4, pemodal dapat memilih beragam entrepreneurs, melakukan investasi secara on-line, dan mendapatkan profit dari investasi tersebut.
Ide bisnis yang dimiliki oleh MYC4 ini dilatarbelakangi oleh adanya suatu kenyataan bahwa jumlah orang di seluruh dunia yang hidup dalam penderitaan semakin bertambah dari hari ke hari. MYC4 bermaksud untuk memberikan kesempatan yang sama bagi banyak orang, terutama di Afrika, untuk mengangkat dirinya sendiri keluar dari penderitaan. Oleh karena itu, MYC4 lebih memilih memaksimalkan peran internet guna menghilangkan berbagai hambatan untuk berbisnis, daripada hanya menjalankan program yang berbentuk donasi atau redistribusi kekayaan lainnya.
Banyak perusahaan, baik lokal maupun asing, kini tidak lagi semata-mata memikirkan pencapaian profit saja, tetapi juga sudah mulai memikirkan masalah peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat dan pelestarian lingkungan sekitar. Kita tentu pernah mendengar istilah “organisasi nirlaba” dan “korporasi”. Terdapat perbedaan yang mendasar di antara keduanya. Organisasi nirlaba memiliki fokus pada upaya memberikan manfaat sosial yang tinggi, sementara korporasi berfokus pada upaya pencapaian profit yang tinggi. Namun kecenderungan yang terjadi sekarang adalah semakin banyak perusahaan yang ingin berfokus pada upaya pencapaian profit yang tinggi sekaligus memberikan manfaat sosial yang tinggi pula. Pertanyaannya adalah: Bagaimana mencapai hal tersebut?
Menurut Alex Ostwalder, PhD., untuk mencapai hal tersebut, perusahaan harus memiliki model bisnis yang dapat membawa mereka mencapai sesuatu yang lebih besar daripada hanya sekedar profit saja. Alex lebih lanjut memaparkan bahwa model bisnis seharusnya memberikan gambaran rasional mengenai bagaimana organisasi menciptakan dan memberikan value. Untuk menciptakan model bisnis semacam itu, perusahaan perlu memperhatikan The 9 Building Blocks of A Business Model. Building blocks yang dimaksud antara lain customer segment, value propositions, channels, customer relationships, revenue streams, key resources, key activities, key partners, dan cost structure.
Perspektif ini didasari bahwa suatu perusahaan pasti melayani satu atau lebih customer segment. Melalui value proposition-nya, perusahaan mencoba memberikan solusi atas masalah pelanggan dan memuaskan kebutuhan mereka. Value proposition ini diberikan kepada pelanggan melalui saluran komunikasi, distribusi, dan penjualan (channels). Dengan demikian, hubungan dengan pelanggan (customer relationships) akan tercipta dan perlu dijaga pada setiap customer segment yang dilayani. Revenue stream akan terjadi ketika value proposition perusahaan diterima oleh pelanggan. Untuk mencapai hal ini, perusahaan membutuhkan key resources, yaitu aset-aset yang diperlukan untuk menawarkan dan memberikan value, dengan melakukan serangkaian key activities. Perusahaan juga perlu melakukan key partnership dengan pihak-pihak lain yang dapat membantu pencapaian tujuan. Semua hal tersebut akan tercermin di dalam cost structure perusahaan.
Grameen Bank adalah contoh organisasi yang sukses meraih pencapaian profit dan sosial yang tinggi pada saat yang sama. Proposition dari Grameen Bank adalah micro loans yang ditujukan kepada segmen poor entrepreneurs dengan menggunakan kantor-kantor cabang Grameen Bank sebagai distribution channels. Relationships yang terjadi antara Grameen Bank dengan pelanggannya bersifat personal. Setelah loans disalurkan kepada entrepreneurs, Grameen Bank akan mendapatkan sejumlah bunga pada tingkatan tertentu (revenue streams). Untuk menunjang kelancaran aktifitas bisnis, Grameen Bank menggunakan key resources, antara lain kantor-kantor cabang, kepercayaan, dan modal. Sementara key activities yang perlu mendapatkan perhatian serius adalah risk management serta lending & collecting payments. Grameen Bank juga bekerja sama dengan pemerintah (key partnership). Cost structure Grameen Bank terdiri dari cost of people dan cost of capital. Dengan model bisnis seperti itu, Grameen Bank berhasil meraih profit sebesar USD 5,38 juta dan memberikan cash dividend sebesar 30% pada tahun 2009 (cash dividend tertinggi di Bangladesh). Grameen Bank juga membantu pengembangan bisnis para poor entrepreneurs di Bangladesh, di mana lebih dari 97% di antaranya adalah wanita; memperbaiki taraf hidup di lebih dari 81,000 desa, serta meningkatkan kesejahteraan lebih dari 22,000 orang di Bangladesh. Grameen Bank tentunya memberikan kontribusi yang signifikan perbaikan kehidupan ekonomi negara.
Contoh lainnya adalah Grameen Phone. Tokoh di balik suksesnya organisasi ini adalah Iqbal Quadir. Ia memiliki mimpi untuk membuat layanan telepon terjangkau oleh rakyat Bangladesh. Proposition yang dimiliki oleh Grameen Phone adalah mobile connectivity. Untuk membuat proposition ini sukses, Grameen Phone membutuhkan key resources, seperti network itu sendiri, dan tentu saja lisensi atas network yang ditawarkan. Grameen Phone perlu melakukan network management secara baik (key activities), dan oleh karenanya network management memiliki proporsi terbesar dalam cost structure perusahaan. Grameen Phone juga membangun key partnership dengan Telenor (perusahaan telekomunikasi, IT, dan media dari Norwegia). Namun permasalahannya adalah: bagaimana menawarkan layanan telepon kepada penduduk desa Bangladesh (customer segment) ketika mereka terlalu miskin untuk membeli telepon? Untuk memecahkan masalah ini, Iqbal Quadir membangun key partnership lainnya dengan Grameen Bank. Dengan menggunakan phone ladies sebagai distribution channel-nya, Grameen Phone mendistribusikan loans dari Grameen Bank kepada penduduk desa untuk membeli telepon, sekaligus menjual mobile connectivity. Pada akhirnya, revenue stream bagi Grameen Phone akan tercipta dari communication revenues. Dengan model bisnis seperti itu, Grameen Phone berhasil membukukan profit sebesar USD 0,15 juta pada tahun 2010. Pada saat bersamaan, Grameen Phone juga meningkatkan taraf hidup lebih dari 250,000 wanita Bangladesh yang bekerja sebagai phone ladies, serta membuat layanan telepon menjadi terjangkau oleh lebih dari 60,000 desa dan 100 juta orang di Bangladesh.
Abdi R. Sastrawinata
MarkPlus Institute of Marketing
?