BPJS Ketenagakerjaan telah bertransformasi sejak berganti nama dari Jamsostek. Jika dulu mereka beroperasi sebagai BUMN yang berorientasi kepada profit, kini mereka jadi badan hukum publik non profit. Fokus dan area dari strategi mereka pun berubah. Mereka pun mengakui bahwa tidak mudah memberikan pelayanan jaminan sosial kepada masyarakat dengan beragam demografis seperti di Indonesia. Seperti apa tantangannya?
“Di Indonesia ini ada 122,3 juta total pekerja yang 42,06%-nya atau sekitar 51,4 juta adalah pekerja di sektor formal. Sementara sisanya 57,94% atau sekitar 70,9 juta adalah pekerja di sektor informal. Tingkat pendidikan yang mereka emban pun beragam. Hal ini menghadirkan tantangan sendiri bagi kami,” jelas Agus Susanto, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan pada acara BUMN Marketeers Club ke 44 di kantornya di Jakarta, Jumat (29/04/2016).
Menurut data yang Agus himpun, terdapat 92,79% tenaga kerja di Indonesia berusia di atas 15 tahun dengan tingkat pendidikan maksimal SMA. Hal ini sulit bagi Agus untuk melakukan sosialisasi dari produk yang mewajibkan pesertanya membayarkan sebuah iuran.
Selain itu, BPJS Ketenagakerjaan sifatnya wajib bagi seluruh pekerja dan ada sanksi bagi pelanggarnya. Mulai dari sanksi teguran, administrasi, hingga pidana. Melihat demografi orang Indonesia saat ini, Agus khawatir bila aturan tidak dijalankan dengan cara yang elegan, bisa menimbulkan kegaduhan.
“Ada dua pendekatan yang bisa kami lakukan, yakni penegakkan hukum dan marketing. Namun, penegakkan hukum ini meski diperlukan tapi tidak memotivasi. Bagi masyarakat umum, kami lebih memilih strategi pemasaran yang elegan,” tutup Agus.
Editor: Sigit Kurniawan