World Health Organization (WHO) telah mendeskripsikan burnout sebagai sindrom yang terkait dengan stres kronis karena pekerjaan. Namun, ada perbedaan di antara kesibukan yang disebabkan kesibukan tumpukan pekerjaan dengan sesuatu yang lebih serius lagi. Burnout sendiri secara harafiah berartikan keruntuhan fisik atau mental karena stres atau kerja berlebih.
Berdasarkan WHO, burnout punya tiga elemen yaitu, rasa lelah, kebosanan dari suatu pekerjaan, dan performa buruk di tempat kerja. Fenomena burnout sendiri kini bukanlah hal baru dan menjadi semakin global. Berdasarkan penelitian di Inggris pada tahun 2018, lebih dari 595 ribu orang mengalami kesulitan karena stres di tempat kerja.
Tidak terpengaruh dengan jenis pekerjaannya. Para atlet, bintang YouTube, hingga entrepreneur bisa mendapatkan sindrom ini. Tetapi, yang perlu diperhatikan adalah sikap untuk menghindari sindrom ini. Anda tidak boleh menunggu hingga benar-benar burnout, lebih baik mengatasinya sebelum terlambat.
“Banyak tanda dan gejala pre-burnout akan sangat serupa dengan depresi. Ada baiknya menghindari kebiasaan buruk untuk mengatasi hal ini. Contohnya hindari konsumsi gula dan alkohol,” ujar psikoterapist dan penulis “The Burnout Solution”, Siobhan Murray.
Murray menyarankan untuk mengunjungi dokter jika Anda mulai merasa gejala burnout ada pada diri Anda. “Penting untuk mendapatkan bantuan dari orang yang memiliki kemampuan untuk membedakan dua hal itu. Karena, ada banyak opsi treatment untuk depresi. Sedangkan, untuk burnout cara terbaik mengatasinya adalah perubahan gaya hidup,” jelas Murray.
Cara berpikir juga penting untuk membuat Anda terhindar dari burnout. Berdasarkan pengalaman Murray, penting untuk memprioritaskan diri dan tidak berharap banyak sehingga membuat diri tertekan. Selain itu, dukungan dari lingkungan juga dapat menjadi pengaruh positif bagi mereka yang berpotensi mengalami burnout.