Pandemi telah menjadi salah satu pendorong pertumbuhan industri perusahaan digital. Hal itu tidak diragukan lagi sepanjang pandemi mewabah di Indonesia.
Perusahaan digital justru terus memperoleh dana segar, bahkan beberapa tumbuh menjadi perusahaan bervaluasi US$1 miliar ke atas atau unicorn dan perusahaan bervaluasi US$10 miliar ke atas atau decacorn
Menanggapi hal ini, Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa kemunculan decacorn dan unicorn baru selama masa pandemi disebabkan beberapa faktor utama.
Pertama, menurutnya ekspektasi investor terhadap startup di sektor tertentu cukup tinggi karena tren digitalisasi yang terjadi belakangan ini, misalnya logistik yang mengikuti tren kenaikan transaksi e-commerce.
Hal yang sama menurutnya yang membuat perusahaan produsen kopi kekinian, Kopi Kenangan, berhasil meraih status baru sebagai unicorn anyar di dalam negeri. Karena, meningkatnya tren pembelian kopi kekinian sejak sebelum pandemi, dan ketika pandemi terjadi mereka memesan melalui aplikasi.
“Begitu juga dengan fenomena Kopi Kenangan dinilai bisa mengimbangi tren pembelian kopi cepat saji dan budaya kaum milenial yang semakin subur selama masa pandemi,” katanya.
Kedua, perubahan gaya hidup dengan beralih ke konsumsi layanan digital diperkirakan bersifat permanen. Artinya, pascakasus harian menurun dan mobilitas masyarakat kembali normal maka kebiasaan transaksi secara digital tetap meningkat dalam tren yang positif.
Ketiga, konsumsi kelas menengah ke atas khususnya di perkotaan masih kuat karena uang yang digunakan untuk jalan-jalan atau traveling, dan bepergian keluar negeri cenderung ditabung, atau dialihkan untuk membeli barang lain seperti belanja online dan membeli kopi lewat platform food delivery.
Menurut Bhima, meningkatnya pertumbuhan perusahaan digital selama pandemi terdorong oleh konsumsi masyarakat kelas menengah atas yang masih memiliki simpanan cukup untuk berbelanja.