Tantangan Bisnis Bagi “Sang Raksasa” Pertamina

marketeers article
44825293 jakarta, indonesia october 21, 2014: pertamina head office. pertamina is an indonesian state-owned oil and natural gas corporation based in jakarta.

Kondisi industri oil & gas diakui mulai memberikan tantangan yang serius bagi PT Pertamina (Persero). Dulu, Pertamina seolah hanya ongkang-ongkang kaki. Namun, tidak bagi Pertamina sekarang ini. Perubahan industri yang semakin disruptif, mendorong salah satu BUMN terbesar ini untuk bergerak cepat.

“Indonesia dulu adalah anggota OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries). Namun sudah keluar karena kondisi supply dan demand minyak kita tak seimbang dan banyak mengimpor. Ke depannya, industri ini akan bergeser. Produk BBM berbahan fosil (yang selama ini kita pakai) akan semakin tertekan oleh energi baru dan terbarukan,” jelas Gigih Wahyu Hari Irianto, Senior VP Fuel Marketing & Distribution PT Pertamina (Persero) pada acara MarkPlus Center for Resources, Infrastructure, & Utilities.

Meski begitu, pasar BBM berbahan fosil masih akan ada. Tren ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga akan terjadi di pasar global. Pertamina pun melihat kondisi ini menjadi tantangan bagi mereka. Semakin pesatnya energi terbarukan ini pun bukan satu-satunya hal yang akan mengubah industri oil & gas ke depannya.

Gigih menyebutkan bahwa perkembangan Internet of Thing (IoT) dan model bisnis Sharing Economy juga mengambil peran. Tiga hal inilah yang muncul sebagai disruptif di industri oil & gas dunia.

Disruption ini sangat cepat pergerakannya. Kami pun harus bergerak cepat, tidak boleh pasrah atau mati. Efeknya adalah demand semakin menurun dan persaingan semakin ketat,” tambah Gigih.

Dari sisi perkembangan IoT, teknologi saat ini semakin efisien, mudah, dan murah. Dampak terhadap industri ini tampak pada akan banyak muncul evolusi ke arah otomasi, integrasi, dan mobile. Hal ini sekaligus akan mengubah nature dari bisnis ini. Bagi yang tidak siap akan tergilas.

Saat ini, perkembangan yang semakin pesat dari energi terbarukan seperti gas (NG, N.G, LNG, LPG, & DME). Mobil listrik, hydrogen, solar/angin dapat menggeser konsumsi oil & gas. Perusahaan migas pun harus mulai mencari peluang di energi terbarukan. Bahkan, diprediksi oleh Bloomberg New Energy Finance bahwa kendaraan listrik akan menyamakan kendaraan berbahan bakar bensin saat ini pada tahun 2022.

Sementara dari sisi sharing economy, pesatnya pola bisnis sharing economy berbasis platform, seperti Uber, GoJek, Grab, memunculkan kompetitor baru yang bukan hanya dari pemain migas namun juga dari pemain baru. Di lain sisi, dunia migas dapat memanfaatkan pola bisnis ini untuk peluang mengembangkan sayap bisnisnya.

“Bisa dibayangkan, untuk pembangunan satu kilang minyak itu bisa mencapai Rp 150 Triliun. Jika kita berbicara rasio ekonomi tidak akan pernah masuk. Untuk itu, perlu sharing economy. Sekarang, ada trader, jadi tidak perlu banyak membangun kilang. Sebagai prinsipal, kalau tidak menganut pola bisnis sharing economy ini, cost kita akan besar,” tutup Gigih.

Editor: Sigit Kurniawan

Related