Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa pemain-pemain industri di Indonesia sudah menerapkan digitalisasi di berbagai bidang. Mereka beramai-ramai menawarkan digital experience kepada konsumen untuk semakin memanjakan mereka. Hal ini membuat berbagai industri terpacu untuk masuk ke dunia digital dengan menambahkan kreativitas didalamnya.
“Saat ini, digitalisasi diterapkan di berbagai industri, bukan hanya industri telekomunikasi saja. Contohnya, terdapat produk sikat gigi yang dilengkapi dengan Bluetooth, merek sepatu yang mampu merekam aktivitas keseharian pengguna, hingga perhiasan pun sudah dilengkapi dengan Bluetooth,” ujar Indra Utoyo, CIO PT Telkom yang ditemui dalam acara Indigo Apprentice Awards 2015 di Menara Multimedia, Jakarta, Rabu (20/5/2015).
Ia menambahkan bahwa terdapat tiga kunci untuk mendorong industri kreatif digital yang Telkom usung. Pertama, People, industri kreatif digital membutuhkan technopreneur yang kompeten. Kedua, Planet, Telkom berusaha membangun eksosistem industri kreatif. Setiap tahun, Telkom memiliki program inkubasi dan akselerasi startup. Inkubasi dilakukan di Bandung Digital Valley dan Jogja Digital Valley, sedangkan untuk akselerasi di Jakarta Digital Valley. Ketiga, Participation, ekosistem ini membutuhkan partisipasi aktif dari akademisi, bisnis, dan pemerintah.
“Salah satu yang dilakukan Telkom dalam mendorong industri kreatif digital adalah dengan menyelenggarakan Indigo Apprentice Awards 2015 di Jakarta Digital Valley. Ini termasuk tahap akselerasi. Dari sini, mereka yang lolos seleksi akan kami bina di sehingga kami harapkan mereka bisa mendapatkan pendanaan,” ujar Indra.</p>
Pada saat yang sama, Triawan Munaf selaku Kepala Badan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia menyatakan bahwa pihaknya juga bertugas mengakselerasi tumbuhnya industri kreatif, termasuk para technopreneur yang ada di Indonesia. Menurutnya, banyak yang belum memahami apa itu ekonomi kreatif. Ia pun memberikan ilustrasi yang menggambarkan ekonomi kreatif. “Bila perusahaan minyak memiliki sumur minyak yang terbatas. Berbeda dengan ekonomi kreatif yang menghasilkan sesuatu yang tidak terbatas,” tambahnya.
Dengan begitu, Indonesia memiliki sebenarnya memiliki potensi yang luar biasa untuk bisa dimaksimalkan. Triawan melanjutkan bahwa ekonomi kreatif kini harus berbasis teknologi. Sekarang bukan budaya yang membutuhkan medium, namun medium membutuhkan konten. Indonesia memiliki banyak konten yang bisa terus ditampilkan ke berbagai belahan dunia. Dengan kekuatan digital, konten-konten yang ada, misalnya produk-produk khas daerah akan lebih dikenal hingga mancanegara.
“Tahukah Anda bahwa Jepang mulai khawatir karena mereka mulai kehabisan konten. Indonesia tidak memiliki kekhawatiran akan kehabisan konten seperti itu. Seharusnya dengan konten yang kaya ini, Indonesia harus disiplin memunculkan konten-konten tersebut,” pungkasnya.