Tiga Kunci Pertumbuhan e-Tail Indonesia Agar Melebihi China Hari Ini
Di studi mengenai dunia retail online (e-tail) yang dilakukan oleh McKinsey melahirkan usulan kunci untuk mendorong pertumbuhan industri e-tail Tanah Air. Dalam risetnya, McKinsey menemukan bahwa kondisi Indonesia kini serupa dengan kondisi China pada tahun 2010.
Melihat hal fundamental dan tren saat ini, Indonesia pun bisa tumbuh lebih baik dari China. Dengan catatan, beberapa ekosistem pendukung harus dijaga.
Apa saja? Di dalam laporannya, McKinsey menyimpulkan bahwa ada kebutuhan untuk menciptakan ekosistem yang terdiri dari pemain perdagangan online, penyedia logistik, peritel, layanan keuangan, investor, dan pemerintah.
Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pun harus didorong untuk merambah usaha mereka ke dunia online, sementara pemerintah dan perusahaan bisa bekerja sama untuk menjawab keterbatasan talenta-talenta teknis yang ada di Indonesia. Mari kita lihat satu persatu.
Ekosistem digital
Dalam hal ini, sebuah ekosistem digital yang hidup wajib untuk dikembangkan. Perdagangan online yang menjadi bagian di dalamnya, akan membutuhkan infrastruktur logistik dan pembayaran cashless yang lancar.
Kemampuan logistik Indonesia saat ini mengalami banyak tekanan. Namun, jika ingin perdagangan online memenuhi potensi pertumbuhannya yang tertera dalam laporan ini, -sekitar 1,6 miliar paket e-tail harus dikirim per tahun pada 2022.
Ini berarti, Indonesia akan mengirim lebih banyak paket dalam lima tahun mendatang dibandingkan sebelumnya. Selain itu, Indonesia akan melihat lebih banyak pembayaran non-cash pada lima tahun mendatang dibanding sebelumnya.
UKM
Lebih dari 60%, atau 36 juta UKM di Indonesia sudah berada di dunia online, namun angka tersebut bisa naik dua kali lipat pada 2022 agar menyokong potensi pertumbuhan penjualan online. Banyak UKM yang memiliki pengetahuan terbatas akan membutuhkan bantuan, khususnya dalam mengatur sistem pemesanan dan pembayaran online. Hanya sekitar 15% UKM yang berada di dunia online saat ini yang menyediakan fasilitas tersebut.
Jelas, kondisi ini bisa menghambat tingkat kompetitif di pasar ekspor. Perusahaan menengah dan besar pun, perlu bertumbuh untuk memenangkan permintaan domestik yang meningkat dan potensi pasar ekspor.
Saat ini, perusahaan menengah di Indonesia adalah 0,1% dari total perusahaan dibandingkan dengan rata-rata global yaitu 2%. Beberapa hambatan dalam pertumbuhan tersebut meliputi akses terbatas ke pembiayaan, dukungan infrastruktur yang kurang memadai, bimbingan bisnis yang terbatas dan kurangnya pengetahuan mengenai pasar baru yang berpotensial.
Talenta
Satu poin yang tidak kalah penting adalah soal talenta. Indonesia menghadapi permintaan yang sangat besar untuk talenta-talenta teknis, namun negara ini hanya mencetak 0,8% lulusan sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM) untuk setiap 1.000 anggota masyarakat. Angka ini lebih rendah dibanding China (3,4%) dan India (2,0%). Tanpa ketersediaan pekerja terampil yang lebih banyak, pertumbuhan perdagangan online di Indonesia, selain ekonomi digital secara luas, akan terhambat.
Editor: Eko Adiwaluyo