Industri baja merupakan sektor strategis yang yang terus dikembangkan karena perannya untuk pembangunan. Sebut saja pembangunan infrastruktur, seperti jalan, jembatan, pelabuhan, hingga bandara. Hal ini disampaikan Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) I Gusti Putu Suryawirawan dalam sambutannya pada acara Launching Steel Indonesia Expo 2016 di Jakarta, Rabu (4/11/2015).
Dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), industri baja nasional diharapkan mampu bersaing dengan industri baja dari tiga negara, yaitu Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Sebab itu, pemerintah terus berupaya memacu kinerja industri baja nasional agar menjadi sektor yang kuat dan mandiri.
“Skema pasar bebas tersebut memang memungkinkan kami mengekspor baja ke negara-negara ASEAN. D sisi lain, potensi impor baja dari luar negeri juga akan semakin terbuka,” kata Putu.
Ia menjelaskan, potensi industri baja di tiga negara ASEAN, yaitu Thailand, Vietnam, dan Malaysia akan menjadi tantangan berat bagi Indonesia. Pertama, Thailand yang merupakan pasar baja terbesar di ASEAN dengan konsumsi mencapai 17,3 juta ton pada tahun 2013.
Negara tersebut telah mendapat suntikan investasi dari Posco Galvanizing dengan kapasitas 450.000 ton per tahun. “Tentunya, ini menjadi tantangan bagi industri besi galvanis kami,” ujarnya.
Kedua, Vietnam, di mana pasar baja negera tersebut merupakan yang kedua terbesar di ASEAN dengan pertumbuhan tertinggi, yaitu rata-rata di atas 20% selama tiga tahun terakhir. Konsumsi baja Vietnam mencapai 14,5 juta ton per tahun.
“Saat ini, di Vietnam, sedang dibangun fasilitas peleburan baja Formosa Ha Tinh's dengan kapasitas mencapai 3,5 juta ton per tahun yang akan beroperasi akhir tahun ini atau minimal awal tahun depan,” kata Putu.
Ketiga, Malaysia. Pasar baja di negeri jiran ini mencapai 10,2 juta ton atau nomor empat terbesar di ASEAN setelah Indonesia. “Yang patut diwaspadai, negeri ini selalu mencatat pertumbuhan besi baja nasional dengan catatan positif,” pungkasnya.
Editor: Sigit Kurniawan