Tiga Tren SDM di Indonesia Yang Akan Terjadi Tahun 2019

marketeers article
83291272 young man working on his laptop in co-creative space

Berdasarkan riset Korn Ferry, ada beberapa tren SDM global yang kemungkinan besar akan terjadi pada tahun 2019. Salah satunya terkait dengan persaingan pasar tenaga kerja.

“Beberapa faktor, termasuk persaingan pasar tenaga kerja yang sangat ketat dan arus tren data yang masif, sangat mempengaruhi cara pakar SDM dan talent acquisition melakukan pekerjaan mereka,” kata Dilal Ranasinghe, Head of Professional Search and Growth, ASEAN, RPO and Professional Search Business di Korn Ferry.

Ia menambahkan, di negara berkembang seperti Indonesia, tren ini menjadi semakin relevan dalam menghadapi kekurangan tenaga ahli yang berdampak pada kenaikan gaji. Agar dapat menarik, mengembangkan, dan mempertahankan SDM di masa depan, ia menganjurkan perusahaan perlu menyadari pentingnya kecerdasan buatan serta analitik talenta, sekaligus bersikap fleksibel dan berpikir ke depan dalam strategi manajemen talenta.

“Kelompok masyarakat yang bekerja di Indonesia memiliki keunikan karena adanya populasi generasi muda,” terangnya.

Menurut Biro Pusat Statistik Indonesia, akan terdapat sekitar 83 juta milenial yang berusia antara 20 hingga 40 tahun yang akan memasuki usia kerja hingga tahun 2020.

“Generasi milenial memiliki pandangan hidup yang berbeda. Oleh karena itu perusahaan-perusahaan di Indonesia perlu memperhatikan tren talenta yang akan datang seperti gaji yang dipersonalisasi, rebranding jabatan agar menjadi lebih menarik dan kreatif, serta bagaimana penilaian kinerja dilakukan.”

Ada tiga tren di sektor SDM yang besar kemungkinan terjadi menurut Dila. Pertama, permasalahan gaji. Menurut Korn Ferry, nantinya pada tahun ini gaji akan semakin bisa dipersonalisasi. Secara umum, divisi pembayaran dan reward di perusahaan serta konsultan SDM perusahaan membuat paket remunerasi dengan biaya yang efektif namun tetap menguntungkan karyawan. Namun dengan empat generasi berbeda di lingkungan kerja, terdapat perbedaan ekspektasi terkait gaji dan paket remunerasi.

Agar dapat memahami perbedaan keinginan akan insentif dalam satu generasi, misalnya generasi millennial, dibandingkan dengan generasi baby boomers, perusahaan mulai mendengarkan ekspektasi karyawan melalui pendekatan sosial, diskusi focus group dan survei. Berbekal informasi yang didapat, perusahaan dapat menyesuaikan paket remunerasi, dengan beragam pilihan terkait dengan gaji, waktu bekerja yang fleksibel, cuti berbayar, penugasan keluar negeri, fasilitas pinjaman untuk pendidikan.

Pendekatan ini mengubah diskusi mengenai gaji dan remunerasi dari yang sebelumnya bersifat diskusi kolektif dengan seluruh karyawan menjadi sebuah diskusi perorangan yang penuh keakraban dengan masing-masing karyawan.

Kedua, rebranding jabatan menjadi lebih menarik dan kreatif. Fungsi dan jabatan baru terus bermunculan di seluruh industri dalam rangka menyesuaikan dengan perubahan strategi perusahaan. Untuk menarik karyawan muda yang menginginkan jabatan yang lebih menarik dari sekadar ‘associate’ atau ‘assistant’, jabatan seperti ‘data wrangler’ (yang bertanggung jawab menangani dan menginterpretasikan data), ‘legal ninja’ (asisten legal), dan ‘customer relations advocate’ terus bermunculan di banyak perusahaan.

Ketiga, mengkaji ulang sistem penilaian kinerja tahunan. Dalam sebuah survei yang dilakukan Korn Ferry terhadap para profesional, hampir sepertiga responden mengatakan bahwa penilaian kinerja tahunan mereka tidak berpengaruh apapun terhadap peningkatan kinerja profesional mereka, dan 43% mengatakan penilaian kinerja tahunan tidak berdampak atau tidak membantu mereka memahami apa yang harus mereka lakukan lebih lanjut untuk meningkatkan kinerja mereka di masa depan.

Dalam survei yang sama, hampir seluruh (96 persen) responden mengatakan bahwa feedback secara real time dan diskusi terkait kinerja yang dilakukan secara reguler dengan atasan mereka sebenarnya lebih efektif dibandingkan dengan hanya satu kali evaluasi kinerja tahunan.

“Bahkan, jika karyawan tidak bekerja di perusahaan tersebut dalam jangka waktu lama, feedback yang mereka terima secara reguler akan membantu mereka belajar, berinteraksi, dan menciptakan daya saing perusahaan yang akan menarik lebih banyak lagi karyawan di masa depan,” tutup Dilal.

Editor: Sigit Kurniawan

Related