Di era pascapandemi seperti sekarang, banyak perusahaan sedang berjuang melakukan pemulihan bisnis. Mengingat lanskap industri yang sedemikian berubah, perusahaan melakukan pemulihan dengan beragam penyesuaian. Percepatan digitalisasi, kerja jarak jauh (remote working), perubahan perilaku customer, perkembangan generasi, dan sebagainya menuntut perubahan melakukan adaptasi. Salah satunya, perubahan dalam pengelolaan sumber daya manusia dalam perusahaan atau talent management.
Talent management menjadi langkah penting bagi perusahaan untuk melakukan transformasi bisnis pascapandemi. Siap tidak siap, perusahaan harus membenahi sistem pengelolaan SDM tersebut. Perusahaan memasuki era workspace baru yang tak sama lagi dengan workspace saat prapandemi.
Pada tahun 2020, tren kerja berubah pesat karena adanya ‘paksaan’ untuk work from home (WFH) secara massal demi menghindari penyebaran virus COVID-19. Akibatnya, fungsi human resource dan human development berubah. HR dipaksa untuk agile agar karyawan tetap produktif meskipun bekerja dari jarak jauh. HR pun harus memastikan proses rekrutmen, retaining, development, hingga transitioning berjalan dengan lancar meskipun lanskap kerja berubah.
“Perubahan lanskap kerja yang terjadi juga dipengaruhi oleh pandemi yang mendorong disrupsi digital. Tentunya, perubahan ini akan mempengaruhi lanskap dunia kerja ke depannya,” kata Deny Abidin, Vice President Corporate Communication Telkomsel.
Seiring dengan perubahan ini, Telkomsel melihat akan ada tiga tren besar yang terjadi di dunia kerja di masa mendatang. Pertama, perusahaan makin fleksibel dalam penerapan cara kerja. WFH yang dilakukan secara masif saat pandemi membuka mata pemimpin perusahaan bahwa bekerja ternyata bisa dilakukan kapan pun dan di mana pun. Meskipun beberapa bidang tertentu tidak bisa dilakukan, namun tren fleksiblitas kerja ini diyakinkan akan terus berkembang.
WFH kini berkembang menjadi work from anywhere. Deny mengungkapkan, tidak bisa dipungkiri bahwa tren ini berhasil mendobrak batasan kerja yang sebelumnya ada. “Tren kerja fleksibel berhasil membuka lebar kesempatan bekerja untuk talenta yang lebih luas lagi. Kini, perusahaan tidak membatasi pencari kerja berdasarkan jarak dan lokasi karena sangat memungkinkan kerja dari mana saja,” katanya.
Kedua, perusahaan semakin peduli dengan kondisi kesehatan mental karyawannya. Hal ini dipengaruhi oleh kerja fleksibel yang ternyata cenderung menciptakan long hours work. Akhirnya, stres akibat bekerja tidak terelakkan. “Inilah tantangan bagi para pemimpin dan HR di perusahaan. Mereka harus semakin peduli dengan karyawannya. Pun dengan adanya fleksibilitas kerja, harus tetap ada pakem-pakem yang dapat membantu karyawan membatasi jam kerja dan jam milik pribadi,” tambah Deny.
Pada akhirnya, perusahaan dituntut untuk membangun sistem kerja yang terintegrasi demi menciptakan lingkungan kerja yang sehat untuk karyawannya. Ketiga, permintaan terhadap tech talent akan semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat dari semakin masifnya transformasi digital yang dilakukan perusahaan. Layanan-layanan didorong untuk memenuhi ekspektasi konsumen yang kini semakin bergantung pada teknologi.
Deny menegaskan kebutuhan akan talenta di bidang teknologi ini tidak hanya datang dari industri digital. Pemain industri konvensional juga membutuhkan talenta ini karena mereka harus tetap relevan dengan lanskap bisnis yang semakin digital.
“Kuncinya, perusahaan harus lebih cermat dalam merekrut dan mengembangkan talentanya. Perusahaan harus siap dengan tantangan teknologi dengan mendapatkan dan menciptakan tech talents-nya sendiri,” tutup Deny.
Editor: Sigit Kurniawan