Tingkatkan Penjualan, Kenali dan Pahami Lima Perilaku Konsumen Ini
Mempelajari dan memahami perilaku konsumen sangat krusial bagi pebisnis. Selain dapat meningkatkan penjualan, perilaku konsumen juga memengaruhi operasional bisnis, bahkan sampai ke titik terkecilnya.
Oleh sebab itulah perilaku konsumen menjadi salah satu faktor penting penentu keberhasilan suatu bisnis. Iwan Setiawan, CEO Marketeers menjelaskan terdapat lima perilaku konsumen.
Pertama, IKEA Effect. Ini merupakan fenomena saat orang sering kali menilai suatu barang dengan nilai yang lebih tinggi karena terlibat dalam proses pembuatannya. Lantas, mengapa disebut sebagai IKEA Effect?
BACA JUGA: Perbarui Lini Laptop, Infinix Rilis INBOOK X2 Gen 11
Menurut Iwan, biasanya saat orang membeli perabotan di IKEA, mereka harus merakit sendiri perabotan tersebut. Dengan demikian, memunculkan emotional attachment yang lebih mendalam terhadap perabotan yang mereka beli dan susun sendiri.
“IKEA Effect bermanfaat untuk orang marketing. Ketika marketer bisa menawarkan pilihan kepada customer agar mereka dapat customized product atau layanan yang mereka beli, mereka akan meningkatkan daya tarik produk atau layanan tersebut di benak customer,” kata Iwan dalam segmen ANALISIS #51 YouTube Marketeers TV.
Sebagai contoh, ketika pembeli membeli frozen yoghurt, biasanya mereka terlibat dalam memilih topping yang mereka inginkan. Dengan penawaran tersebut, mereka akan memiliki rasa keterikatan terhadap produk tersebut lebih mendalam.
BACA JUGA: Catatkan TKDN Lebih dari 40%, Segini Harga Motor Listrik Smoot
Kedua, Endowment Effect. Jenis ini adalah saat seseorang mempunyai kecenderungan rasa memiliki yang tinggi ketika mereka sudah mencoba suatu produk atau layanan. Secara psikologis pun, orang cenderung mempunyai rasa memiliki yang tinggi apabila mereka sudah memegang, mencoba, atau menggunakan suatu produk atau layanan secara sementara.
Dengan demikian, mereka akan memiliki keinginan untuk terus memiliki barang tersebut. Menurut Iwan, perilaku konsumen ini sangat penting untuk dipahami oleh pemasar.
Pasalnya, hal ini akan meningkatkan kecenderungan orang untuk membeli produk atau layanan suatu perusahaan ketika mereka ingin menampilkan produk yang ingin dijual. Sebagai contoh, toko ritel pakaian yang memiliki fitting room.
Adanya fitting room tersebut memungkinkan pembeli untuk mencoba pakaian. Dengan begitu, mereka akan memiliki kecenderungan membeli yang lebih tinggi saat sudah mencoba produk tersebut.
“Contoh lainnya adalah fasilitas test drive yang biasa ditawarkan oleh toko mobil, memungkinkan pelanggan untuk mencoba mengendarai mobil beberapa saat. Hal ini akan menumbuhkan attachment lebih ke mobil tersebut, sehingga kecenderungan untuk melakukan pembelian lebih tinggi,” katanya.
Ketiga, Cliffhanger Effect. Perilaku konsumen ini adalah saat seseorang cenderung penasaran untuk menyelesaikan sesuatu yang belum tuntas. Biasanya, mereka akan penasaran untuk mengejar suatu hal sampai terpenuhi.
Hal ini bisa dilihat di industri perfilman, yang mana film yang memiliki sekuel pasti memiliki akhir film yang cenderung memaksa orang untuk tertarik menonton film selanjutnya.
“Pemasar perlu memahami perilaku konsumen ini sehingga perusahaan bisa memancing rasa penasaran di benak konsumen agar mereka akan mencari tau lebih lagi mengenai produk atau layanan yang suatu perusahaan tersebut jual,“ ujar Iwan.
Keempat, Frequency Illusion. Fenomena ini muncul saat barang dari suatu merek yang orang inginkan tiba-tiba muncul di mana-mana, di sekeliling orang tersebut. Sebagai contoh, saat mereka ingin membeli mobil tertentu. Di jalan, mobil merek tersebut muncul di mana-mana.
“Pemasar perlu memahami hal ini. karena, pada dasarnya ketika mereka bisa menciptakan ilusi tersebut, awareness produk atau layanan yang mereka jual akan meningkat, dan akan menjadi lebih populer di target market mereka,” ujar Iwan.
Terakhir, Curse of Knowledge. Perilaku konsumen ini cukup menarik. Ini merupakan fenomena saat seseorang yang sudah memahami lebih dalam mengenai suatu bidang tertentu, akan kesulitan untuk menjelaskan bidang tersebut.
Sebab, saking banyaknya pengetahuan orang tersebut, dan hanya orang tertentu yang memahaminya, mereka akan lebih sulit untuk menyederhanakannya ke orang lain.
“Dalam pemasaran, biasanya Product Manager yang memiliki keterkaitan yang sangat mendalam kepada suatu produk atau layanan, akan cenderung kesulitan menciptakan komunikasi yang lebih sederhana untuk dibagikan. Ini yang kemudian membuat iklan menjadi terlalu kompleks, dan butuh penyederhanaan,“ ucap Iwan.
Salah satu contoh perusahaan yang mampu menyederhanakan informasi yang kompleks adalah Apple. Tidak seperti perusahaan teknologi lainnya, Apple menyederhanakan spesifikasi teknologi yang mereka miliki dengan bahasa yang lebih mudah dipahami.
Sebagai contoh, mereka tidak berbicara mengenai kapasitas penyimpanan yang mereka hadirkan, namun mengenai banyaknya lagu yang bisa pembeli simpan.
“Pemasar perlu memahami kutukan pengetahuan ini. Karena, biasanya mereka yang memiliki pengetahuan yang sangat mendalam terhadap produknya, cenderung memberikan informasi yang penuh dengan jargon ketika membuat iklan. Hal ini perlu disederhanakan, agar pelanggan lebih mudah paham,“ tutur Iwan.
Editor: Ranto Rajagukguk