Tolak Kenaikan Upah Buruh 10%, Pengusaha Bakal Ajukan Uji Materiil
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan asosiasi pengusaha bakal mengajukan uji materiil ke Mahkamah Agung (MA) terkait rencana kenaikan upah sebesar 10% pada 2023. Ini tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.
Arsjad Rasjid, Ketua Umum Kadin Indonesia menilai kebijakan pemerintah menaikkan upah pada tahun depan memberatkan pengusaha. Pasalnya, ancaman resesi datang lebih cepat dari perkiraan sehingga kenaikan upah terlalu tinggi akan mengganggu iklim usaha yang kondusif.
BACA JUGA: Pulihkan Ekonomi, Kadin Serukan Kolaborasi Semua Pihak
Dari perspektif pelaku usaha, dia berpendapat kebijakan menaikkan upah seyogyanya dapat dirumuskan secara tepat sasaran, komprehensif, dan sesuai koridor hukum yang berlaku. Dengan demikian, hal itu dapat diimplementasikan demi menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pelaku usaha pada dasarnya sepakat kondisi ekonomi nasional yang dinamis akibat resesi ekonomi global imbas dari konflik geopolitik perlu disikapi dengan cermat. Salah satunya adalah dengan menjaga daya beli masyarakat, yang terefleksi dari kenaikan upah minimum.
BACA JUGA: Kadin Tarik Investor dari Kanada, Studi Banding Bandara di Kaltara
Namun, pada sisi lain, kemampuan pelaku usaha merespons kondisi ekonomi saat ini juga harus diperhatikan agar tidak memberatkan pelaku usaha dan mengganggu iklim usaha. Adanya aturan baru yang dikeluarkan Menteri Tenaga Kerja akan membuat tumpang tindih dari aturan sebelumnya, yaitu Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK).
“Untuk memastikan agar kebijakan tersebut tidak kontraproduktif, maka kami bersama dengan asosiasi pengusaha dan seluruh perusahaan Anggota Kadin terpaksa akan melakukan uji materiil terhadap Permenaker No. 18/2022,” kata Arsjad melalui keterangannya, dikutip Jumat (25/11/2022).
Sementara itu, Dhaniswara K Hardjono, Wakil Ketua Umum Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Kadin Indonesia menambahkan mengacu pada kondisi saat ini pemerintah tidak boleh mengeluarkan peraturan pelaksana baru untuk menetapkan kenaikan upah. Sebab, hal ini sudah diatur dalam UUCK yang secara sah sudah dinyatakan masih berlaku dalam waktu dua tahun atau berdasarkan inkonstitusional bersyarat hingga ada perbaikan dari Mahkamah Konstitusi (MK).
Seharusnya pemerintah mengimplementasikan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan aturan turunan dari Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 Cipta Kerja. Bukan justru mengeluarkan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023.
“Sehingga dengan dikeluarkannya Permenaker 18 Tahun 2022 ini menimbulkan dualisme dan ketidakpastian hukum. Untuk itu diperlukan putusan yudikatif untuk menjawab keambiguan yang muncul,” ujarnya.
Editor: Ranto Rajagukguk