Jelang momen Idulfitri, transaksi keuangan elektronik terus meningkat, baik untuk perbankan digital, e-commerce, dan donasi atau zakat secara online. Tahun lalu saja, Indonesian E-Commerce Association (idEA) mencatat total nilai transaksi melalui platform e-commerce di sepanjang momen Ramadan dan Lebaran 2022 tumbuh sebesar 38,43% dibandingkan tahun sebelumnya.
Dengan meningkatnya aktivitas transaksi online ini, masyarakat perlu lebih waspada. Sebab, ada saja ulah para penipu yang membuat resiko kejahatan siber semakin tinggi.
Pencurian identitas (identity theft), seperti pencurian password, OTP, dan upaya social engineering lainnya makin marak dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk meraup keuntungan. Contohnya, kasus pemalsuan QRIS masjid yang terjadi belum lama ini.
Menanggapi tren ini, pengguna layanan digital tentunya harus mampu berperan aktif dalam mencegah terjadinya kejahatan siber khususnya yang berkaitan dengan data pribadinya sendiri.
“Di era transformasi digital ini, semuanya berlangsung dengan sangat cepat. Pengembangan tidak hanya terjadi pada aspek sistem layanan tetapi juga berbagai serangan siber. Kami perlu membangun pola kebiasaan yang baik dalam menjaga kerahasiaan dan keamanan data-data pribadi,” kata Adrian Anwar, Managing Director VIDA dalam keterangannya, Senin (17/4/2023).
BACA JUGA: Anak Usaha MNC Gandeng VIDA, Perkuat Layanan Keuangan Digital
Berikut beberapa tips dari VIDA mengenai cara pengguna layanan digital dalam menjaga data pribadinya:
1, Tidak membagikan identitas fisik maupun online, termasuk username, password, dan kode OTP kepada siapa pun. Masyarakat perlu menjaga baik keamanan identitas pribadi baik itu KTP, Paspor, dan data-data pribadi lainnya.
Tak hanya itu, di era online ini baik username, password, maupun kode OTP sebaiknya tidak dituliskan sembarangan dan tidak memanfaatkan fitur copy-paste. Hal ini karena peretas dapat memperoleh akses ke clipboard perangkat yang kode-kodenya tidak terenkripsi sama sekali sehingga dapat melakukan verifikasi dan otentikasi transaksi yang tidak diinginkan oleh pengguna.
2. Berhati-hati pada saat mengklik tautan atau lampiran apa pun yang terdapat dalam pesan singkat, SMS, dan email yang mencurigakan. Pelaku penipuan dapat mengirim link-link berisi formulir pendaftaran yang menangkap data-data pribadi pengguna dengan mengatasnamakan institusi-institusi resmi.
Oleh karena itu, konsumen harus memastikan terlebih dahulu bahwa akun yang mengirimkan pesan-pesan tersebut merupakan akun resmi dari institusi terkait, mengingat pihak resmi aplikasi biasanya tidak akan meminta pengguna untuk memberikan informasi sensitif melalui moda yang tidak terproteksi seperti sekedar melalui pesan singkat dan form isian.
3. Hindari menggunakan jaringan wifi publik yang tidak terenkripsi. Ketika menggunakan Wi-Fi publik, risiko menjadi korban kejahatan siber Man in the Middle Attack atau MitM sebagai interceptor antara pengguna dengan penyedia layanan digital semakin tinggi.
Modus MitM sendiri adalah mencuri informasi pribadi pada jaringan yang tidak terenkripsi, dan menargetkan pengguna aplikasi keuangan, e-commerce, maupun situs layanan lainnya. Maka dari itu, sangat disarankan untuk menunda melakukan transaksi hingga memiliki akses jaringan yang lebih aman seperti mobile data ataupun Wi-Fi pribadi.
4. Hindari melakukan transaksi pada platform e-commerce yang mencurigakan sering kali konsumen tergiur dengan godaan diskon yang besar namun berujung pada kualitas barang yang dikompromi hingga pencurian data-data pribadi penting. Pelaku penipuan dapat membuat web dan aplikasi yang benar-benar mirip dengan e-commerce yang resmi untuk memperoleh data pribadi korbannya (sniffing) dengan meminta pengguna memasukkan identitas pribadi serta detail pembayaran seperti nomor dan CVV kartu kredit.
Untuk itu, konsumen harus jeli dalam melihat kredibilitas platform untuk memastikan bahwa platform e-commerce yang digunakan legit dan mengikuti aturan yang berlaku.
5. Gunakan layanan keuangan digital yang sudah menggunakan fitur otentikasi dua langkah (2FA) seperti penggunaan biometrik. Modus kejahatan pencurian identitas, seperti phishing menjadi semakin sulit untuk dibedakan dari otoritas yang sebenarnya.
Untuk itu, sistem otentikasi dua langkah hadir memberikan lapisan tambahan jika seandainya username dan password sudah bocor. Lapisan tambahan ini juga dapat hadir dalam rupa otentikasi biometrik yang tentunya lebih aman.
Baik itu biometrik sidik jari maupun wajah, pengguna tidak perlu lagi khawatir akan kehilangan akses untuk langkah ini karena semuanya melekat pada pengguna yang bersangkutan.
BACA JUGA: Digitalisasi Pelaporan Pajak di Indonesia Melalui VIDA Sign
Layanan identitas digital dengan sistem keamanan yang komprehensif, tersertifikasi, serta terenkripsi diperlukan agar masyarakat dapat melakukan transaksi keuangan dengan tenang, walaupun di tengah trafik yang tinggi.
“Banyaknya motif pencurian identitas pribadi dalam ekosistem digital memang seringkali mempersulit masyarakat untuk melakukan mitigasi di tengah kesibukan yang kerap membuat lengah,” tutur Adrian.
Editor: Ranto Rajagukguk