Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan transisi menuju ekonomi hijau yang ramah lingkungan dan berkelanjutan membutuhkan investasi sebesar US$ 479 miliar atau setara Rp 6.700 triliun hingga tahun 2030. Jumlah tersebut jika dibagi per tahun setidaknya membutuhkan modal Rp 745 triliun.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, dalam pengembangan ekonomi hijau dan penanganan perubahan iklim, Indonesia menjadi negara yang sangat penting. Pasalnya, Tanah Air memiliki kekayaan akan sumber daya mineral dan potensi keanekaragaman hayati, termasuk di dalamnya pertanian, perikanan, dan kehutanan.
“Transisi dari ekonomi konvensional kepada ekonomi berkelanjutan yang berfokus kepada lingkungan membutuhkan biaya sangat besar. Di Indonesia sendiri, kebutuhan dana penanganan iklim mencapai USD479 miliar atau kisaran Rp 6.700 triliun hingga 2030,” kata Wimboh melalui keterangannya, Selasa (2/12/2021).
Menurutnya, ekonomi hijau merupakan sebuah upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan di masyarakat. Pada saat yang bersamaan juga mengurangi risiko lingkungan dan memastikan sumber daya alam tetap terjaga.
Adapun target Indonesia dalam melakukan transisi menuju ekonomi hijau yakni pengurangan emisi gas rumah kaca, sebesar 29% dengan usaha sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada 2030 sesuai Perjanjian Paris. Kemudian, ada pula pencapaian net zero emision di tahun 2060.
“Untuk mendukung agenda penanganan perubahan iklim tersebut, Indonesia bersama Amerika Serikat (AS) telah membentuk Task Force Climate Change. OJK menjadi anggota di Working Group 4 terkait Sustainable and Blended Finance for Our Common Future,” ujarnya.
Di sisi lain, Wimboh menyebut besarnya biaya dalam mewujudkan transisi ekonomi tersebut tidak bisa hanya ditanggung oleh negara melalui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Sehingga, dibutuhkan sinergi dengan pihak swasta dan bantuan organisasi internasional agar dapat secara optimal menyokong kebutuhan pembiayaan yang sangat besar tersebut.
“Sebagai contoh, pemerintah telah memperhitungkan dana yang diperlukan untuk membiayai transisi dari energi fosil ke energi terbarukan, yakni mencapai US$ 5,7 miliar atau berkisar Rp 81,6 triliun. Biaya transisi tersebut juga terkait dengan perubahan pada industri hilir yang harus mengubah proses pengolahannya sebagaimana prinsip ekonomi hijau,” pungkasnya.
Editor: Eko Adiwaluyo