TrendWatching, perusahaan analisis tren global meluncurkan laporan tren terbaru yang menjelaskan tentang langkah perusahaan ritel besar dalam memberdayakan warung tradisional untuk menguasai pasar ritel yang terbagi-bagi. Laporan bertema Asia Trends 2019 ini berisi tentang tren mengenai bisnis ritel.
Nathania Christy, Global Insight Network Head TrendWatching mengatakan, warung tradisional memiliki berbagai kelebihan yang tidak dimiliki oleh perusahaan ritel besar. Mereka lebih mengerti tentang konsumen dan lebih mudah untuk dijangkau.
“Ini adalah alasan kenapa banyak masyarakat yang masih memilih berbelanja di warung tradisional,” kata dia.
Nathania mengungkapkan bahwa perilaku konsumen seperti ini bisa menjadi alternatif terbaik bagi perusahaan ritel besar agar dapat menjadi pusat komunitas, yaitu dengan melengkapi warung-warung tersebut dengan teknologi.
Sebuah usaha rintisan bahkan telah ada yang memulai ini, yaitu Kioson. Startup itu menjadi penyedia layanan pembayaran yang memberdayakan lebih dari 30 ribu warung untuk menjadi lokasi pengiriman dan penerimaan barang untuk PT Pos Indonesia.
“Kini, konsumen dapat lebih mudah untuk mengirim dan menerima paket melalui berbagai warung yang berada di komunitas mereka,” kata Nathania
Salah satu contoh lainnya adalah ketika Bukalapak menjalin kemitraan dengan 300 ribu warung atau dikenal sebagai mitra Bukalapak yang tersebar di seluruh Indonesia. Kemitraan ini memberikan kemudahan bagi konsumen dalam melakukan transaksi di platform Bukalapak melalui warung yang sering mereka datangi.
“Para mitra Bukalapak kini menangani 20% dari total Rp4 triliun transaksi Gross Merchandise Value Bukalapak,” kata Nathania
Model bisnis seperti ini akan berhasil, menurut Nathania, karena walaupun Indonesia memiliki 143 juta pengguna internet, 90% dari pasar ritel Indonesia masih dilakukan di luar platform e-commerce.
Bahkan di China, di mana sebagian besar sektor ekonominya telah mengadopsi transaksi non-tunai, 85% dari penjualan ritel masih terjadi di toko fisik. “Sangat penting bagi perusahaan ritel di Asia untuk mampu menangkap potensi yang ada di pasar luring ini,” ucapnya.
Agar perusahaan ritel menjadi semakin kompetitif, Nathania juga menyarankan agar mereka mulai berpikir untuk menawarkan layanan non-konvensional. Selain itu, peritel harus lebih intensif lagi masuk di tengah-tengah komunitas melalui kemitraan dengan usaha kecil dan menengah seperti warung.
“Perusahaan harus mulai berpikir apa saja yang mereka perlu lakukan agar mereka dapat menjadi pusat hiburan, pendidikan, dan kesehatan bagi komunitas,” kata Nathania.
Nathania menekankan menjadikan gerakan pemberdayaan untuk fokus strategi perusahaan, akan tetap menjadi hal yang krusial di tahun mendatang. Terutama bagi pelaku ritel besar dalam memperjuangkan keberlanjutan dan perkembangan bisnisnya.
“Hal ini diperlukan karena konsumen dan para pemilik warung akan lebih memilih perusahaan yang memiliki misi pemberdayaan masyarakat, dibandingkan mereka yang hanya memikirkan ekspansi perusahaan,” tutup Nathania.
Editor: Sigit Kurniawan