Oleh Jimmy Wijaya, Sales Area Manager Retail Sumatera Selatan PT Pertamina Patra Niaga
TikTok menjadi platform yang digdaya memenangi pertarungan bisnis jejaring sosial. Pada kuartal I 2023, catatan statistik menyebut, TikTok telah diunduh sebanyak 3,5 miliar kali.
Perempuan khususnya kaum muda (generasi z) disebut cukup mendominasi pengguna media sosial yang berorientasi konten hiburan. Segmen pasar TikTok menyasar generasi z dalam persaingan dunia media sosial dengan
cepat, kuat dan akurat.
Semua pasti sepakat, jika aplikasi ini menawarkan format konten yang sangat sesuai dengan preferensi anak muda kekinian. Secara keseluruhan, kesuksesan TikTok dalam memantik generasi z dalam bisnis media sosial dapat diatribusikan pada format konten yang sesuai, kreativitas tanpa batas, keaslian konten, faktor sosial, dan algoritma feed yang canggih.
BACA JUGA: Allianz Indonesia Edukasi Masyarakat Hadapi Kenaikan Biaya Medis
Platform ini telah membuktikan diri sebagai ruang yang ideal bagi anak muda untuk menghabiskan waktu sekaligus mengekspresikan diri. Sepanjang tahun 2022, durasi yang dihabiskan pengguna aplikasi media sosial TikTok secara rata-rata tiap bulannya mencapai 28,7 jam.
Angka itu naik dari 22,8 jam pada tahun 2021. Data Bloomberg menunjukkan Facebook cuma mampu mempertahankan atensi warganet selama 1,5 jam per bulan.
Sementara itu, Instagram hanya 7,8 jam selebihnya Snapchat 6,1 jam TikTok telah berhasil memikat hati segmen pengguna dalam bisnis media sosial dengan keunikan dan daya tariknya. Dengan durasi video singkat yang mencapai maksimal 60 detik, platform ini menawarkan pengalaman yang cepat, kreatif, dan menghibur.
BACA JUGA: Trakindo Ajak Pelanggan Mengenal Teknologi MineStar di IEE Series 2023
Mengancam Bisnis E-commerce
Di Indonesia, Thailand, dan Filipina, pengeluaran pengguna di Shopee turun 51%. Hal ini karena alokasinya telah bergeser ke TikTok Shop.
Sementara itu, di Lazada turun 45% dan di gerai offline juga ikut anjlok 38%. Secara spesifik di Indonesia, menurut data Cube Asia, TikTok Shop mengantongi GMV US$ 2,5 miliar dalam periode tiga bulan pada kuartal I 2023.
Jika berkaca pada data-data transaksi TikTok Shop, maka wajar ini menjadi ancaman bagi platform e-commerce, seperti Shopee, Lazada termasuk Amazon hingga perusahaan kompatriatnya, Alibaba. Momentum Works mencatat secara global, TikTok Shop menjadi ancaman bagi pelaku usaha e-commerce, termasuk Shopee dan Lazada di Asia Tenggara, serta Amazon di Amerika Serikat dan Timur Tengah.
BACA JUGA: Kolaborasi FENTY X PUMA Hadirkan Sneakers Rancangan Rihanna
Diperkirakan TikTok menggelontorkan insentif seperti untuk diskon, US$ 600 juta–US$ 800 juta (Rp 9 triliun-Rp 12 triliun) per tahun. Sementara itu, Shopee dan Tokopedia mengurangi bakar uang.
Jelas ini sebagai sebuah strategi untuk menghentak dan menarik perhatian crowd, baik pengguna loyal atau calon pengguna.
Ancaman Project S
Besarnya basis pengguna TikTok dunia khususnya di Asia, mendorong sejumlah proyek ambisius. Jika platform ini berhasil menjadi penantang tangguh bisnis media sosial dan berhasil membuat sejumlah perusahaan e-commerce ketar-ketik, TikTok kemungkinan menjadi ancaman bagi pebisnis UKM. Mengapa?
Jika sebelumnya, TikTok Shop menjadi perantara antara penjual dan pembeli, sejumlah kabar menyebutkan jika aplikasi ini akan memasarkan produk anak usaha ByteDance atau produk yang mereka produksi sendiri. Walaupun belum resmi, penelusuran dari Financial Times, proyek ini disebut
”Project S” oleh pihak-pihak internal dari Tiktok.
Namun, nama dan bentuknya bisa saja berbeda di tiap negara. Pertengahan Juni lalu, prototype fitur ini disimulasikan di Inggris dengan nama Trendy Beat.
Tiktok disebut menyediakan berbagai barang mulai dari kebutuhan harian rumah tangga hingga produk fashion. Dalam etalase ini, Tiktok memajang berbagai produk terpopuler yang videonya paling banyak dilihat oleh pengguna.
Karena memasarkan produk sendiri, otomatis konsepnya bukan lagi sebagai marketplace melainkan online shop. Yang menjadi ancaman di sini adalah terjadi persaingan antar-online shop dan UKM yang tidak sehat.
Sebagai perusahaan teknologi terlebih lini bisnisnya adalah media sosial, TikTok mengantongi data collecting seluruh penggunanya. Data collecting ini yang menjadi kunci yang didukung dengan algoritma, akan mengeksploitasi user behaviour untuk menargetkan iklan beserta produk.
Produk yang diiklankan akan tepat sasaran atau sesuai dengan preferensi penggunanya. TikTok pasti tau apa yang menjadi kebutuhan penggunanya.
Dengan kemampuan riset pasar, TikTok juga mampu melihat dan menganalisis produk unggulan di pasar tertentu, kemudian menciptakan produk sejenis lalu memasarkannya di pasar tersebut yang kemungkinan harga akan kompetitif.
Inilah yang kemudian menjadi kekhawatiran, pasalnya TikTok bisa mendorong penggunanya menjadi lebih konsumtif demi memaksimalkan penjualan produk yang dipasarkan ByteDance. Jika produk yang dipasarkan sesuai dengan kebutuhan pengguna berdasarkan analisis big data yang diprogram algoritma.
Lantas bagaimana dengan pelaku bisnis UKM yang secara bisnis tidak memiliki data behavior analysis, masih meraba atau hanya bergantung pada kinerja e-commerce?
Editor: Ranto Rajagukguk