Pengembangan predictive marketing membutuhkan analisis bagaimana pasar akan bergerak ke depan. Hal ini dikarenakan saat bisnis memanfaatkan teknologi seperti AI atau machine learning, pebisnis harus siap mengajarkan mesin untuk mengetahui kondisi pasar, kriteria konsumen, bahkan history penjualan produk.
Michell S. Handaka, Founder & CEO GLAIR.ai menjelaskan bahwa untuk membangun sebuah predictive marketing, setidaknya ada tiga aspek yang harus dipenuhi. Diantaranya memahami apa itu predictive analytics, bagaimana cara ‘melatih’ machine learning, dan bagaimana predictive analytics yang sudah pernah diterapkan berhasil.
Predictive analytics dalam pengembangan AI merupakan cara untuk menggali informasi dan data untuk dianalisis, kemudian berupaya untuk memprediksi tren di masa depan.
Dalam analisis data AI sendiri, setidaknya ada tiga analisis yang bisa digunakan sebagai bahan bakar, yaitu prescriptive analytics yang berbicara tentang bagaimana caranya agar inovasi terjadi, predictive analytics yang berbicara tentang apa yang akan terjadi, dan descriptive analytics yang berbicara tentang apa yang sedang terjadi.
Dalam predictive marketing, predictive analytics merupakan kunci utama melihat bagaimana kondisi pasar di masa depan berdasarkan data kini dan lampau, sehingga perusahaan bisa menentukan strategi marketing yang tepat untuk menyongsong industri masa depan.
“Predictive analytics memperlajari data secara konprehensif. Analisis ini mengumpulkan past input, past output, dan new output untuk membentuk model prediktif. Hasilnya, akan keluar predictive output sebagai data yang bisa digunakan untuk menyusun strategi marketing di masa depan,” jelas Michell.
Lebih lanjut, pengambilan keputusan dalam predictive marketing juga tidak bisa hanya berdasarkan data, melainkan harus ada peran dari para decision maker dan trial and error untuk menentukan strategi terbaik,
“Untuk mengambil langkah yang akan diambil, reinforcement learning menjadi pilihan terbaik dibandingkan dengan unsupervised dan supuervised learning. Reinforcement learning jauh lebih murah dan hasilnya lebih jelas karena pebisnis bisa mengetahui hasil dari trial and error yang terjadi,” tambahnya.
Misalnya, trial and error dalam menentukan harga. Reinforcement learning bisa memberikan data mengenai hasil penjualan saat menaikkan harga saat demand sedang tinggi. Menurut ilmu ekonomi dasar, harga yang naik memang bsia menurunkan demand, namun dari trial and error yang terjadi dalam reinforcement learning memperlihatkan pendapatan yang tetap naik.
Lalu, bagaimana predictive analytics dapat dilakukan oleh perusahaan. Michell memberikan sebuah model perjalanan predictive analytics. Dimulai dari mendefinisikan objektivitas, menentukan ekspektasi, mengoleksi data, menyimpan dan menggunakan data, mengeksplorasi data, melabeli data, mempelajari dan mengoptimasi data, lalu menghasilkan model baru.
“Everything worth anything takes time. Secara proses, perjalanan data sangat panjang untuk membaca prediksi masa depan. Perlu trial and error sehingga tidak hanya mesin, tapi manusia yang menjalankan juga bisa mempelajari dan membaca kondsi pasar untuk menentukan langkah marketing yang matang,” tutup Michell.
Editor: Ramadhan Triwijanarko