Trik Pemasaran dari Kampanye Media Sosial Kamala Harris vs Trump

marketeers article
Kampanye media sosial Kamala Harris (Foto: Instagram)

Terlepas dari hasil pemilihan presiden Amerika Serikat (AS), kampanye media sosial Kamala Harris vs Donald Trump menjadi salah satu hal yang menarik. Meskipun Harris akhirnya kalah, strateginya bergerilya di jagat maya masih ramai dibahas oleh warganet.

Wakil Presiden Joe Biden tersebut memang beberapa kali viral berkat konten-kontennya. Salah satunya lewat unggahan TikTok yang menyindir Trump dengan memperlihatkan seorang bintang Dance Moms yang berakting berlebihan seolah berada di podium sang rival.

Bukan sembarang konten, rupanya tim kampanye Harris menerapkan sejumlah trik pemasaran untuk menonjolkan citranya. Melansir Adweek, berikut adalah strategi pemasaran yang menjadi kunci sukses kampanye Kamala Harris vs Trump:

BACA JUGA: Belajar Membangun Citra Diri dari Kampanye Kamala vs Trump

Memanfaatkan Konten Buatan Pengguna

Begitu Joe Biden mengumumkan pengunduran dirinya, media sosial langsung dipenuhi konten buatan pengguna yang mendukung Harris. Konten tersebut, yang dibuat oleh pendukung tanpa paksaan, memberikan kesan autentik yang sulit ditiru oleh kampanye tradisional.

Namun, tantangan dari strategi ini adalah bagaimana tim Harris dapat menanggapi dukungan itu tanpa terkesan “terlalu ikut campur” yang bisa dianggap tidak alami. Strategi ini menjadi penting dalam menciptakan dukungan yang luas dan organik.

Literasi Media Sosial

Media sosial adalah medan tempur saat kebenaran sering kali terdistorsi. Dalam kampanye ini, Harris dan timnya menghadapi tantangan berita palsu dan manipulasi video, seperti video deepfake yang memperlihatkan Harris dalam cahaya negatif.

Meningkatkan literasi media sosial, baik di kalangan staf maupun pemilih, pun menjadi langkah krusial untuk menghindari jebakan informasi palsu. Langkah tersebut memastikan bahwa pesan kampanye yang asli bisa tersampaikan secara jelas.

Membangun Kepercayaan melalui Kedekatan

Tim Harris juga berupaya keras membangun kesan bahwa ia adalah sosok yang bisa dipercaya dengan fokus pada interaksi yang jujur dan terbuka, sesuai prinsip The Trust Equation. Konsep ini menjelaskan bahwa tingkat kepercayaan seseorang ditentukan kredibilitas, keandalan, serta kedekatan emosional.

Dengan menganut prinsip tersebut, tim kampanye Harris pun membagikan kisah pribadi dari para pendukung. Misalnya saja pengalaman Second Gentleman Doug Emhoff, yang mendukung Harris tanpa pamrih, yang mana berhasil mengundang empati dari publik.

BACA JUGA: Tips Pemasaran Jitu Untuk Dekati Gen Alpha, Si Mini Millenials

Menonjolkan Aspek Autentik

Dalam dunia pemasaran, keaslian adalah segalanya. Tim Harris pun sadar bahwa publik dapat dengan mudah membedakan antara tindakan yang tulus dan yang terkesan dipaksakan, hingga mereka pun membuat konten yang menonjolkan aspek autentik.

Momen-momen jujur yang muncul dalam kampanye, dari sesi bincang-bincang informal hingga foto-foto tanpa filter di media sosial, membangun hubungan yang lebih mendalam dengan para pemilih.

Representasi Warna

Tim Harris menyadari kekuatan warna dalam menarik emosi beserta perhatian publik, sehingga mereka pun memilih warna biru muda dan hijau untuk merepresentasikan sosoknya. Ini merujuk pada beberapa pakaian yang dikenakan Harris atau kampanyenya.

Warna dapat membantu menciptakan asosiasi psikologis positif. Warna hijau misalnya, sering diidentikkan dengan pertumbuhan, pembaruan, dan harapan baru, yang menjadi sesuatu yang ingin disampaikan Harris dalam setiap kampanyenya.

Storytelling yang Konsisten

Bercerita merupakan cara paling efektif untuk menyampaikan pesan. Layaknya yang dilakukan oleh sosok ikonik seperti Beyonce, yang mana tim Harris juga menerapkan pendekatan storytelling lintas media.

Melalui narasi yang berbeda di berbagai platform, mereka menciptakan pengalaman yang kaya dan menginspirasi para pendukung untuk menyebarkan pesan dengan cara mereka sendiri. Konsistensi dalam storytelling ini juga membantu publik mengingat dan memahami visi Harris dengan lebih baik.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS