Pasar mengalami perubahan yang sangat pesat. Pandemi pun memicu dinamika yang semakin menantang sehingga setiap perusahaan harus melakukan beragam strategi agar bisa bertahan dan tetap mengalami pertumbuhan. Tantangan selama pandemi itu pun mendorong lahirnya buku berjudul “Entrepreneurial Marketing” atau EM.
Buku yang ditulis oleh Philip Kotler, Hermawan Kartajaya, Hooi Den Huan, dan Jacky Mussry ini dihadirkan agar perusahaan atau organisasi bisa bermanuver dengan lebih agile dalam era post normal.
Dalam diskusi buku di Jakarta yang digelar oleh MarkPlus Institute dan Toko Buku Periplus, Hermawan Kartajaya mengatakan, buku ini berisi tentang cara untuk menyeimbangkan antara sikap profesional dan sikap entrepreneurial.
“EM adalah strategi yang memadukan kedisiplinan dalam sikap profesional dan kreativitas dalam sikap entrepreneurial. Lewat sikap entrepreneurial, orang jadi lebih bisa melakukan improvisasi dalam setiap keadaan sehingga bisa lebih fleksibel dalam melakukan penyesuaian,” kata Hermawan Kartajaya yang juga menjabat sebagai Founder & Chairman MarkPlus Corp di toko buku Periplus Pondok Indah Mall 1, Jakarta pada Selasa (9/05/2023).
BACA JUGA:Buku Entrepreneurial Marketing Resmi Diluncurkan di Vienna
Menurutnya, buku ini menjabarkan tentang omnihouse model yang menawarkan perspektif yang holistik terkait EM. Model ini terbagi dalam dua grup, yakni entrepreneurship group dan professionalism group.
Kedua grup itu berjalan bersamaan dengan dukungan dari aspek marketing, teknologi, kemanusiaan dan finance. Selain itu, seluruh aspek itu juga perlu ditunjang oleh operasional yang mendukung berjalanya omnihouse model tersebut.
Jacky Mussry mengatakan, omnihouse model merupakan strategi yang paling relevan untuk diterapkan dalam beberapa tahun ke depan. Karena, industri dan market sudah tak bisa disikapi dengan pendekatan profesional,
“Setelah tahun 2022, dunia makin tak pasti. Era post normal sudah tak bisa disikapi dengan pendekatan profesional karena terlalu normatif,” kata Jacky Mussry, Co-Author Entrepreneurial Marketing.
Terkait omnihouse model, entrepreneurship group mencakup Creativity, Innovation, Entrepreneurship, dan Leadership (CI-EL). Sementara itu professionalism group mencakup Productivity, Improvement, Professionalism, dan Management (PI-PM).
Dengan menerapkan model itu, maka seseorang perlu memiliki kapabilitas baru agar bisa terhindar dari marketing blind spot yang membuat seseorang tak mampu mendalami informasi yang sebenarnya berhubungan dengan hasil yang dituju.
BACA JUGA: Spirit Punokawan dan Lima Pandawa Jadi Inti Buku Entrepreneurial Marketing
“Salah satu hal yang perlu diasah adalah kemampuan dalam membaca kondisi ekonomi makro. Karena hal itu berkaitan juga dengan kondisi ekonomi mikro. Pelajari lah data dan informasi dari media sosial serta komunitas sehingga setiap strategi bisa aktual,” ujarnya.
Ia juga menekankan, seorang pemasar juga perlu untuk mendalami data terkait laporan keuangan suatu perusahaan. Mengingat, kerap kali divisi marketing dan divisi finance tak bisa berjalan beriringan sehingga menggangu pencapaian goals.
Artinya, tenaga pemasar perlu mengetahui beragam indikator finance seperti return on asset, return on investment dan return on equity. Sehingga, setiap strategi marketing yang diajukan juga merujuk pada sejumlah indikator itu agar divisi finance bisa lebih rela untuk menggelontorkan dana.
“Itulah mengapa kami menawarkan gagasan EM yang sangat pas untuk diterapkan di era post normal. Karena entrepreneurship di sini bukan soal bisnis tapi soal mindset yang lebih adaptif,” tutup Jacky.
Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz