Di tengah ketatnya persaingan bisnis mi instan di Indonesia, Lemonilo yang mengklaim berbahan alami setidaknya mampu merangsek pasar. Dominasi dua pemain raksasa mi kemasan tak mengalangi langkah Lemonilo untuk mencoba meraih untung.
Sejak tahun 2017, produk mi instan buatan tiga pemuda Shinta Nurfauzia, Johannes Ardian, dan Ronald Wijaya ini hadir dengan mengusung positioning sebagai mi instan yang lebih sehat. Lemonilo merupakan merek sekaligus nama perusahaan yang mendistribusikan dan memproduksi makanan sehat hasil kerja sama dengan pelaku UKM.
Mi instan sejak empat dasawarsa lalu telah menjadi santapan ummat terbesar kedua setelah nasi. Namun, untuk pertama kalinya, pada tahun 2017 Indonesia mengalami penurunan jumlah konsumsi mi instan. Penjualan turun dari 13,01 miliar bungkus pada tahun 2016 menjadi 12,62 miliar bungkus pada tahun lalu.
Tentu, pemasar mesti membaca hal ini dalam dua sisi. Pertama, penurunan bisa disebabkan karena sudah mulai banyak alternatif makanan selain mi instan yang mengenyangkan. Kedua, kehadiran layanan pesan makanan siap antar juga membuka ksempatan kosumen untuk menikmati makanan yang lebih segar, ketimbang makanan kemasan.
Akan tetapi, CEO Lemonilo Shinta Nurfauzia punya argumentasi lain. Ia percaya bahwa fenomena “langka” ini terjadi karena adanya perubahan cukup signifikan dalam pola konsumsi masyarakat Indonesia.
“Dulu, kebutuhan konsumen atas produk makanan hanyalah sekadar untuk mengisi perut,” kata dia. Ia melanjutkan, “Sekarang, seiring dengan adanya perbaikan daya beli masyarakat, konsumen memiliki kesempatan untuk memilih produk yang lebih baik untuk tubuh serta mengurangi konsumsi produk yang tidak sehat.”
Karena itu, Shinta pun menggagas mi instan Lemonilo. Ia menganggap mi ini sebagai alternatif makanan olahan tepung dengan bahan alami, tanpa pengawet, pewarna, serta tanpa tambahan MSG.
Harga Turun
Saat pertama kali diluncurkan, mi instan Lemonilo dibanderol seharga Rp 8.200-Rp 9.500 per bungkus. Shinta mengaku, permintaan yang tinggi di pasar membuat ongkos produksi Lemonilo pada tahun 2018 turun signifikan. Ia berasumsi kondisi itu bertolak belakang dengan strategi pricing perusahaan FMCG lain.
Lemonilo memutuskan untuk menurunkan harga eceran ke konsumen saat produk mereka tengah naik daun. Berdasarkan siaran pers, mulai Senin (22/10/2018), produk mi instan Lemonilo rasa mi goreng dijual seharga Rp 6.400 hingga Rp 7.200 per bungkus.
Produk tersebut pun juga sudah tersebar di lebih dari 500 supermarket seluruh Indonesia. Sehingga, merek ini tidak lagi hanya mengandalkan penjualannya secara online melalui situs Lemonilo.com.
“Permintaan mi instan Lemonilo meningkat secara pesat setiap bulannya. Adanya kenaikan volume ini membuat kami berhasil menurunkan ongkos produksi secara signifikan, dengan dukungan para UKM yang menjadi mitra produsen Lemonilo,” papar Shinta.
Karenanya, sebagai bukti komitmen membuat hidup sehat menjadi terjangkau, Lemonilo memutuskan untuk mengembalikan margin yang didapat dalam bentuk penurunan harga.
“Harapan kami, semoga lebih banyak masyarakat Indonesia yang bisa memulai hidup yang lebih sehat dengan produk mi Lemonilo,” lanjut Shinta.
Saat ini, terdapat sekitar 300 UKM yang menjadi mitra perusahaan. Puluhan UKM di antaranya terpilih sebagai mitra produsen Lemonilo untuk membuat berbagai produk sehat dan alami dengan merek Lemonilo.
Editor: Sigit Kurniawan