Volvo mengumumkan bahwa mereka membatalkan target untuk sepenuhnya beralih ke produksi mobil listrik pada tahun 2030. Sebagai gantinya, Volvo kini memprediksi akan tetap memproduksi beberapa kendaraan hybrid pada waktu tersebut.
Perusahaan ini mengaitkan perubahan rencananya dengan kondisi pasar yang berubah, terutama terkait penurunan permintaan kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di beberapa pasar utama.
Dikutip dari BBC, Kamis (5/9/2024), keputusan ini diambil di tengah ketidakpastian terkait tarif perdagangan yang dikenakan pada kendaraan listrik buatan Cina, salah satunya yang diproduksi di pabrik Volvo.
Volvo, yang selama ini dikenal mengedepankan kredensial ramah lingkungan, mengikuti langkah serupa dari perusahaan besar lainnya seperti General Motors dan Ford, yang juga telah mengurangi ambisi mereka terkait kendaraan listrik.
BACA JUGA: Volvo Cars Resmi Menghadirkan Service Center Pertamanya di Indonesia
Pada 2030, Volvo sekarang memperkirakan bahwa setidaknya 90% dari produksinya akan terdiri dari mobil listrik dan hybrid plug-in hybrid. Namun, perusahaan asal Swedia ini juga mengindikasikan bahwa mereka mungkin tetap menjual sejumlah kecil kendaraan mild hybrid, yaitu mobil konvensional dengan dukungan listrik terbatas.
“Kami tetap yakin bahwa masa depan kami adalah elektrifikasi. Namun, jelas bahwa transisi menuju elektrifikasi tidak akan berjalan linier, dengan pelanggan dan pasar yang bergerak dalam kecepatan yang berbeda,” kata Jim Rowan, CEO Volvo.
Volvo juga menyebutkan bahwa kondisi bisnis untuk kendaraan listrik telah berubah. Beberapa faktor yang memengaruhi keputusan ini termasuk lambatnya pembangunan infrastruktur pengisian daya serta pengurangan insentif konsumen untuk membeli kendaraan listrik.
Penurunan permintaan terhadap kendaraan listrik terasa sangat kuat di Eropa, sebagian besar karena berakhirnya subsidi untuk pembelian kendaraan listrik di negara-negara seperti Jerman.
Berdasarkan data dari Asosiasi Produsen Otomotif Eropa, pendaftaran kendaraan listrik di Uni Eropa turun hampir 11% pada Juli lalu.
Volvo, yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Geely dari Cina, juga terkena dampak tarif perdagangan terhadap kendaraan listrik buatan Cina.
Volvo memproduksi sebagian besar mobilnya di pabrik Cina, yang membuatnya terpengaruh oleh tarif impor yang dikenakan di Eropa dan Amerika Utara.
BACA JUGA: Volvo Uji Coba Isi Daya Baterai Mobil Listrik Secara Nirkabel
Pekan lalu, Kanada mengumumkan tarif 100% pada kendaraan listrik buatan China, mengikuti jejak Amerika Serikat dan Uni Eropa yang memberlakukan kebijakan serupa.
Negara-negara Barat menuduh China memberikan subsidi kepada industri kendaraan listriknya, yang dianggap memberikan keunggulan yang tidak adil bagi produsen mobil asal Ciina.
Sebaliknya, Ciina menolak tuduhan tersebut dan mengecam tarif tersebut sebagai tindakan diskriminatif.
Ford juga telah mengurangi ambisi terkait kendaraan listriknya. Bulan lalu, raksasa otomotif asal AS ini membatalkan rencana untuk memproduksi SUV listrik berukuran besar dan menunda peluncuran truk pick-up listrik berikutnya.
Rivalnya, General Motors, juga telah menurunkan target produksi kendaraan listriknya dalam setahun terakhir.
Langkah-langkah ini mencerminkan tantangan yang dihadapi industri otomotif dalam transisi menuju kendaraan listrik, di tengah dinamika pasar yang terus berubah.
Editor: Eric Iskandarsjah