Dalam memenuhi pasokan susu sapi segar, PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk (Ultrajaya) bakal meresmikan satu peternakan sapi terbaru di Berastagi, Sumatera Utara, pada tahun 2016. Rencananya, peternakan itu akan memuat 23.000 sapi perah dan disebut-sebut sebagai salah satu peternakan terbesar di dunia.
Presiden Direktur Ultrajaya Sabana Prawirawidjaja mengatakan peternakan tersebut dikelola oleh anak perusahaannya PT Ultra Sumatera Dairy Farm, perusahaan patungan antara Ultrajaya dan PT Karya Putrajaya Persada dengan kepemilikan saham masing-masing 50%. Rata-rata produksi sapi perah, sambung Sabana, mencapai 20 sampai 30 liter per ekor. Artinya, setengah dari total sapi di Berastagi saja, Ultrajaya bisa memperoleh pasokan 230.000 hingga 345.000 liter susu per hari.
“Peternakan itu dibuat untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, bukan ekspor. Sebab, 80% bahan baku susu di Indonesia berasal dari impor. Ultrajaya berusaha memenuhi pasokan susu mentah di dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan impor bahan baku susu,” paparnya saat ditemui Marketeers beberapa waktu lalu.
Jika peternakan di Berastagi telah beroperasi, maka Ultrajaya dapat melipatgandakan pasokan susu mentah hingga tujuh kali lipat dari peternakan pertamanya di Pengalengan, Bandung, Jawa Barat, yang memiliki 3.000 ekor sapi. Setiap ekor sapi di sana rata-rata menghasilkan 25 liter susu murni per hari.
Selain memiliki peternakan sapi, Ultrajaya juga memiliki perkebunan teh di Jawa tengah untuk memasok bahan baku produk tehnya, yaitu Teh Kotak dan Kiyora. Diakuinya, minuman Teh Kotak yang hadir pada tahun 1979 telah menguasai 70% volume pasar teh dalam kemasan kotak di Indonesia. Sedangkan, Kiyora merupakan minuman teh hijau dalam kemasan botol plastik (PET) hasil joint venture antara Ultrajaya dengan perusahaan Jepang, ITO EN.
Kedua perusahaan ini telah mendirikan dua anak usaha patungan, yaitu PT Ultrajaya ITO EN Manufacturing yang bergerak di bisnis manufaktur dan PT ITO EN Ultrajaya Wholesales yang bergerak di bisnis perdagangan. Di dua perusahaan patungan itu, baik ITO EN dan Ultrajaya menguasai saham seimbang, yaitu 50%. Namun, Sabana enggan untuk mengumumkan besaran investasinya saat ini.
Tahun lalu, Ultrajaya berhasil meraih pendapatan bersih Rp 3,9 triliun, naik 500 miliar dari tahun 2013 yang sebesar Rp 3,46 triliun. Bagaimana dengan tahun ini? “Semester satu tahun ini kondisi perekonomian belum kondusif. Sehingga, saya tidak bisa memastikan apakah mampu naik Ro 500 miliar lagi seperti tahun lalu. Namun, semester kedua, akan lebih kondusif,” katanya.
Ia bilang, tak kondusifnya perekonomian saat ini salah satuya dipicu oleh likuiditas yang seret. “Subsidi diangkat, uang tidak lari ke pasar. Belanja semakin berkurang. Akibatnya, likuiditas berkurang,” tutur Sabana, generasi kedua dari “kerajaan susu” Ultrajaya ini.