Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memastikan kesiapan sejumlah kawasan industri yang akan dijadikan lokasi untuk menampung sejumlah pabrikan multinasional yang ingin relokasi ke Indonesia. Untuk itu, diperlukan area terintegrasi agar aktivitas industri bisa berjalan efisien sehingga bisa menjadi daya tarik bagi para investor.
“Salah satunya yang sedang kami akselerasi pembangunannya adalah Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang, Jawa Tengah. Ini sebagai tindak lanjut dari hasil kunjungan Bapak Presiden Joko Widodo pada akhir Juni lalu,” kata Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin Dody Widodo di Jakarta, Minggu (26/072020).
Ketika meninjau perkembangan pembangunan KIT Batang, Dody menyampaikan jika pemerintah ingin pembangunan 450 hektare dari total lahan 4.300 hektare bisa selesai dalam kurun waktu enam bulan.
Menurut Dody, dari segi infrastruktur, KIT Kabupaten Batang memiliki banyak kelebihan dan daya tarik untuk menjawab keluhan para investor.
“Biasanya keluhan utama dari investor, yakni tentang harga lahan yang bergejolak tinggi setelah ditetapkan menjadi kawasan industri. Namun, harga lahan dan fasilitas di KIT Batang mampu bersaing dengan kawasan industri di negara lain seperti China,” papar Dody.
Melalui konsep The Smart and Sustainable Industrial Estate, KIT Batang akan dilengkapi dengan berbagai fasilitas, seperti perumahan pekerja, unit pendidikan, layanan kesehatan, dan ketersediaan rantai pasok antara sektor industri.
“Sekitar 108 hingga 2.027 hektare akan dibangun sampai tahun 2024, tidak hanya sebagai daya tarik, tapi menjadi supply chain di koridor Pantura Jawa,” tutur Dody.
KIT Batang ditargetkan untuk menjadi kawasan industri percontohan kerja sama antara pemerintah dan BUMN, dengan konsep infrastruktur dasar dan pendukung disediakan oleh pemerintah.
Infrastruktur tersebut meliputi akses jalan untuk tol dan non-tol, penyediaan air baku dan air bersih, kereta api, listrik, gas, terminal kontainer darat (dry port) dan pelabuhan. Di samping itu, KIT Batang akan dikembangkan sesuai klaster industri, bukan berdasarkan asal negara.
Selanjutnya, KIT Batang didorong untuk mengalokasikan minimal lima persen dari luas lahan untuk klaster Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Hal ini sesuai dengan asas efektifitas dan efisiensi ekonomi untuk memudahkan penyediaan fasilitas pendukung.
Bupati Batang Wihaji mengatakan, pihaknya meminta dukungan dari berbagai kementerian dengan regulasinya untuk mempercepat kehadiran investor di KIT Batang. Sebab, ketika ada investasi, efeknya berdampak pada penyerapan tenaga kerja dan perputaran uang sehingga memacu perekonomian.
Wihaji pun menganalogikan KIT Batang bagai bunga yang siap dihinggapi oleh lebah yang akan menghasilkan madu. “Inilah analogi KIT Batang yang kita persiapkan bunga-bunganya agar lebah berdatangan yang akhirnya melahirkan madu,” tandas Wihaji.
Rencananya, tujuh perusahaan global yang berkomitmen menanamkan modal di KIT Batang dengan nilai US$ 850 juta atau sekitar Rp 11,9 triliun dan potensi penyerapan tenaga kerja hingga 30 ribu orang. Ketujuh perusahaan tersebut merelokasi bisnisnya dari China, Jepang, Taiwan, Thailand, Malaysia dan Korea Selatan.