Selama ini, lingkungan pelabuhan dikonotasikan sebagai tempat yang kurang baik, kumuh dan tidak tertib. Hal inilah yang ingin diubah PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), perusahaan yang memiliki 35 pelabuhan dan 152 kapal serta mengelola 52 kapal dari perusahaan lain tersebut. Tidak hanya ingin melakukan perubahan yang baik bagi perusahaan ke depannya, ASDP juga ingin lingkungan sekitar ikut terdampak baik.
“ASDP memiliki tema yang bold yaitu ASDP is elevating civilization to the next level. Tema ini sendiri diambil karena kami ingin menjadikan pelabuhan penyeberangan menjadi lebih beradab dengan layanan yang baik. Sehingga, nantinya tidak hanya akan berdampak baik bagi ASDP sendiri, tetapi juga perekonomian masyarakat di sekitar pelabuhan,” ujar Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi.
Bicara mengenai civilization, Ira mengaitkannya dengan pelayanan yang beradab lewat peningkatan layanan. ASDP melakukannya dengan digitalisasi. Dimulai dari pelabuhan Merak-Bakauheuni dan Ketapang-Gilimanuk, yang sudah menerapkan sistem pembayaran cashless.
Mengapa cashless ini penting dalam operasional pelabuhan dan kapal? Ira menggambarkan situasi pada periode Lebaran. Pada waktu tersebut, perputaran uang di pelabuhan bisa mencapai Rp 5-8 miliar per hari. Hal lain yang mengkhawatirkan adalah jam kerja para staf yang bisa mencapai 27 jam karena situasi pelabuhan yang sibuk.
“Dalam keadaan terburuk, antrean kendaraan di pelabuhan bisa mencapai 26 kilometer. Saya melihat masalah antrean ini muncul karena kami tidak pernah mengatur kapan penumpang bisa naik. Sehingga, penumpang cenderung datang jam delapan malam hingga dini hari yang menyebabkan tumpukan kendaraan,” tutur Ira.
ASDP menyadari permasalahan ini bisa diselesaikan dengan digitalisasi. Caranya, adalah pembelian tiket secara online. Caranya dengan mengakses situs resmi atau aplikasi Ferizy (Ferry Easy) dan jaringan minimarket, Alfamart.
Pembelian tiket di luar pelabuhan ini membantu meminimalisir kerumunan orang. Rencananya, program ini akan dikembangkan di seluruh pelabuhan ASDP dan diperkirakan selesai pada akhir tahun 2022.
Digitalisasi ini kemudian menjadi sangat relevan dalam kondisi pandemi yang memaksa orang untuk menjaga jarak satu sama lain di ruang publik. Seperti pepatah, sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui, ASDP berhasil menemukan solusi untuk permasalahan yang harus dihadapi bertahun-tahun dan persoalan yang harus diselesaikan dengan cepat.
Untuk mengatasi antrean penumpang, ASDP juga meresmikan pembangunan dermaga yang disebut Dermaga IV pada September lalu. Dermaga ini sempat berhenti pembangunannya sejak 18 tahun lalu karena sengketa.
Dermaga sendiri merupakan kebutuhan esensial dalam penyeberangan. Ketika kekurangan dermaga, pelabuhan bisa mengalami kondisi bottleneck yang menyebabkan penyeberangan terhambat.
Hal ini bisa membuat banyak kapal menumpuk di pelabuhan karena tidak bisa menyeberang. Kehadiran Dermaga IV diharapkan mampu menjadi solusi lain untuk mengurai kepadatan pelabuhan.
Editor: Ramadhan Triwijanarko