Era Industri 4.0 sudah di depan mata. Segenap pihak yang terlibat, mulai dari kalangan pemerintah, swasta dan berbagai elemen pendukung lainnya, sudah mulai mengantisipasi dengan menyiapkan berbagai upaya yang diperlukan. Inilah topik yang diangkat IPSOS dalam seminar “E-commerce 4.0, What’s Next, Demistifying The Future of E-commerce in Indonesia”.
Triawan Munaf, Kepala Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) membicarakan seputar bagaimana industri E-commerce berevolusi di Indonesia; dimulai dari era E-commerce 1.0 saat Internet memungkinkan terjadinya komunikasi atau pertukaran informasi antara pihak penjual dan konsumen. Dilanjutkan dengan E-commerce 2.0, yaitu saat di mana e-commerce mulai diperhitungkan sebagai salah satu saluran untuk membantu upaya-upaya penjualan barang atau jasa. Kemudian, evolusi berkembang dimana e-commerce semakin dimungkinkan perkembangannya berkat adanya kemajuan di bidang sistem pembayaran dan pengaturan logistik yang semakin mumpuni.
“Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana para pelaku dan penggiat industri E-commerce di Indonesia menyiapkan diri secara optimal, untuk semakin menancapkan eksistensinya serta terus meningkatkan kontribusinya bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia, terutama dalam memasuki Era Industri 4.0,” ungkap Yustinus Prastowo, Pengamat Ekonomi. “Kita sudah ketahui bagaimana E-commerce telah menjadi salah satu penyumbang besar dalam kinerja ekonomi di Indonesia serta mampu mengundang investor dari dalam dan luar negeri untuk menanamkan modal dalam industri ini dalam 3-4 tahun terakhir.”
E-commerce di Indonesia juga telah banyak melakukan berbagai inisiatif yang semakin mengukuhkan keberadaan dan dukungan mereka dalam mendorong bisnis para pelaku bisnis dari skala mikro, kecil dan menengah (UKM) di Indonesia dengan memanfaatkan teknologi digital.
Tidak saja dalam urusan pemasaran, tetapi juga dalam memperluas jangkauan logistik dan distribusi. Sesuatu yang belum pernah terbayangkan sebelumnya, bagaimana sebuah usaha kecil di bagian barat Indonesia, bisa meraih pasar dari konsumen di wilayah Timur Indonesia, dan sebaliknya. Dan yang paling membanggakan adalah, kemampuan pelaku E-commerce untuk memberikan kesempatan dan pengalaman dalam berbisnis, bagi mereka yang tidak pernah berkecimpung dalam dunia bisnis, melalui dukungan teknologi dalam memasarkan produk dan karya mereka.
Selain kegiatan-kegiatan promosi yang dilakukan oleh berbagai marketplace yang ada di Indonesia, seperti misalnya Blibli.com, Bukalapak, Lazada, Shopee, dan Tokopedia untuk meningkatkan jumlah pengguna dan meningkatkan frekuensi dan volume transaksinya, mereka pun tak segan untuk menawarkan upaya yang inovatif yang diilhami oleh perlaku ecommerce di negara lain, seperti Cina. Contohnya adalah promosi Hari Khusus yang telah dikenal luas, yaitu 11;11 maupun 12:12, Ataupun inisiatif yang melibatkan banyak pelaku e-commerce serta berbagai macam brand dari berbagai kategori, yang dikenal dengan HarBolNas atau Hari Belanja Online Nasional, telah melahirkan sebuah kegiatan branding e-commerce yang khas.
“Menghadapi Era E-commerce 4.0, kami menganggap ada empat pilar utama yang perlu mendapat perhatian, dalam mengantisipasi Era E-Commerce di Indonesia,” jelas Soeprapto Tan, Managing Director – Ipsos Indonesia. “Empat pilar tersebut adalah masalah Infrastruktur untuk memudahkan para pelaku industri e-commerce dapat menghadirkan inovasi terbaru mereka, kesiapan konsumen dan mitra bisnis dalam mengadopsi teknologi dan inovasi terbaru, diversifikasi kategori untuk semakin menjawab kebutuhan konsumen, lalu bagaimana industri kreatif di Indonesia juga dapat memberikan kontribusinya dalam meningkatkan kreativitas para pelaku bisnis dalam memanfaatkan platform-platform yang telah tersedia,” “Dan tentu saja, kemampuan para pelaku industri e-commerce dalam menghadirkan produk dan layanan yang inovatif berbasis riset yang komprehensif.”
Baru-baru ini Ipsos melakukan sebuah studi untuk mengetahui lebih dalam mengenai bagaimana kinerja industri E-commerce Indonesia selama ini, serta mempelajari bagaimana perilaku konsumen saat menggunakan jasa e-commerce, dari berbagai marketplace yang ada. Menurut Studi tersebut, lima besar marketplace yang paling banyak dicari adalah: Blibli.com, Bukalapak, JD.id, Lazada, Shoppe dan Tokopedia. “Sedangkan dalam hal kategori produk, lima besar kategori yang paling besar traffic maupun nilai transaksinya adalah Fashion and Sport Apparel, Electronic and Gadget, Bill Payment and Beauty products,” ungkap Soeprapto.
Mengenai cara pembayaran, sebesar 26% dari konsumen pengguna e-commerce masih tergantung pada pembayaran melalui transfer di ATM, disusul dengan e-banking atau online payment 19%. Sedangkan untuk keperluan logistik, pengiriman barang melalui jasa pengiriman barang reguler masih menjadi pilihan utama para pelaku industri e-commerce, yaitu sebanyak .62% dari responden.
Kusumo Martanto, CEO Blibli.com mengatakan, sebagai pelaku bisnis di industri E-commerce, e-commerce ini mempunyai komitmen yang tinggi untuk selalu melakukan inovasi layanan untuk ekosistem di dalam platform. “Elemen lain yang tidak kalah penting dan terus kami tingkatkan adalah sistem pembayaran yang semakin lengkap serta aman, dimana hal ini masih menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku industri e-commerce,” diungkapkan oleh Kusumo.
“Untuk mengantisipasi era e-commerce 4.0, Blibli.com telah menghadirkan beberapa inovasi layanan O2O, yaitu layanan belanja terintegrasi antara offline dan online sehingga customer semakin nyaman dalam bertransaksi melalui e-commerce. Tidak lama lagi, konsumen tidak saja dapat melihat atau mencari barang secara online melalui layar monitor, namun mereka bisa memperoleh pengalaman see-touch-feel dari barang yang akan dibeli. Hanya dengan sekali klik, transaksi bisa dilakukan dan barang langsung dikirim ke alamat yang dituju,” kata Kusumo.