Kolaborasi antarberbagai pihak diperlukan untuk mewujudkan sustainable tourism di Indonesia. Hal tersebut ditangkap oleh MarkPlus Tourism yang kembali menghadirkan acara virtual The 2nd Planet Tourism Indonesia 2021 yang bertajuk Beyond Recovery, Towards Sustainability.
Acara tahunan yang diselenggarakan MarkPlus Tourism ini menghadirkan berbagai narasumber yang akan memaparkan isu-isu relevan terkait pariwisata berkelanjutan yang dibagi menjadi beberapa sesi. Dalam sesi kali ini yang bertajuk Partnership for Sustainable Tourism Implementation Insights from Selected Collaboration Between PTNP and Village Tourism Destination membahas kolaborasi antar perguruan tinggi pariwisata dengan destinasi pariwisata.
Haryadi Darmawan, Lektor Kepala Pembantu Ketua Bidang Kerjasama dan Penjaminan Mutu STP Bandung memaparkan program pendampingan pariwisata berbasis masyarakat yang dilakukan STP Bandung. Sesuai arahan Menteri Kemenparekraf, STP Bandung mendapat tanggung jawab untuk mengembangkan pariwisata di salah satu destinasi superprioritas, Borobudur.
Haryadi mengatakan bahwa STP Bandung berniat untuk mewujudkan desa wisata yang sebelumnya merupakan desa rintisan/berkembang, menjadi desa maju/mandiri. Kegiatan yang dilakukan STP Bandung antara lain penelitian, idenstifikasi masalah, pengabdian masyarakat yang melibatkan mahasiswa dan dosen, sampai dengan evaluasi.
“Kami melakukan pendampingan kepada desa wisata yang ada di Borobudur. Pertama, kami melakukan identifikasi. Ini kami sebut sebagai critical point, karena dari situ kami akan tahu kondisi lapangan dan memberikan solusi dan jenis kegiatan apa yang bisa kami lakukan. Setelah itu ada kegiatan yang bisa kita integrasikan dengan kurikulum yaitu dalam bentuk penelitian atau pengabdian masyarakat,” jelas Haryadi.
Topik-topik yang berusaha dikembangkan oleh STP Bandung berbasis dari 5 pilar pengelolaan destinasi wisata. Kelima pilar tersebut adalah perencanaan SDM, perencanaan pengelolaan, atraksi, amenitas dan aksesibilitas, perencanaan pemasaran, serta sinergitas pemangku kepentingan wisata.
“Kelima topik tersebut kami konsepkan dalam pengembangan desa wisata. Harapannya, dengan pelatihan dan pendampingan yang kami lakukan bisa sangat linear terhadap kebutuhan di desa wisata yang menjadi tanggung jawab kami,” tambah Haryadi.
Selanjutnya I Ketut Surata, Kepala Bagian Administrasi Akademik, Kemahasiswaan, dan Kerjasama Poltekpar Bali menyampaikan kolaborasi yang Poltekpar Bali lakukan untuk desa wisata yang ada di Bali. I Ketut mengatakan bahwa terdapat 4 pilar pembangunan pariwisata yang di lakukan Poltekpar Bali. Keempat pilar tersebut adalah peningkatan daya saing industri dan ekosistem usaha pariwisata, peningkatan aksesibilitas, amenitas dan tata kelola destinasi pariwisata, peningkatan kualitas SDM, dan penguatan citra pariwisata hingga diversifikasi pemasaran.
“Dengan keempat pilar tersebut, ada beberapa hal yang kami lakukan. Pertama, kami lakukan implementasi mata kuliah dan KKN terhadap mata kuliah yang bersangkutan. Kedua, aplikasi manajemen. Ketiga, penelitian dosen. Terakhir, pendampingan desa di level prodi dan institusi dengan beberapa model,” jelas Ketut.
Ketut turut mengatakan bahwa Poltekpar Bali meluncurkan KOIN DEWI, atau Kolaborasi dan Inovasi untuk Desa Wisata untuk memudahkan Poltekpar melakukan pendampingan dan pelatihan ke desa wisata. Melalui KOIN DEWI, dosen dan mahasiswa dapat melakukan kegiatan sosialisasi, pelatihan, pendampingan dan membantu mewujudkan desa wisata mandiri di Bali.
“Kami melakukan KOIN DEWI dengan harapan menjadi alternatif stimulant untuk pertumbuhan ekonomi di desa. Nantinya, desa tersebut diharapkan menjadi Model Pariwisata yang pro growth, pro poor, dan pro job serta memiliki karakter khas Indonesia,” tutur Ketut.
Senada dengan Bali dan Bandung, Poltekpar Makassar turut berupaya untuk mengembangkan desa wisata. Muhammad Arfin Muhammad Salim, Ph. D, Wakil Direktur Poltekpar Makassar mengatakan bahwa dalam mengembangkan desa wisata, Poltekpar Makassar tidak lepas dari prinsip tri darma perguruan tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
“Kami fokus pada pendidikan vokasi yang intinya diterapkan di masyarakat. Untuk penelitian, kami mencoba melakukan implementasi, yakni dengan melakukan kajian-kajian. Pengabdian masyarakat juga bagian terpenting dari tugas fungsi kami,” kata Arfin.
Dalam membangun pariwisata dan ekonomi kreatif, Poltekpar Makassar melakukan tiga pendekatan, yaitu kolaborasi, komunikasi, dan sinergi. Sedangkan implementasi yang sudah dilakukan adalah melalui MBKM, pengembangan SDM, dan aplikasi manajemen.
“Kami melakukan kerja sama dengan stakeholder seperti pemda maupun pelaku wisata. Kami juga coba membangun sinergi disini. Untuk implementasi kami mencoba untuk menempatkan mahasiswa atau dosen untuk melakukan pendampingan. Kami juga concern terkait pengembangan SDM. Kami lakukan workshop dan pelatihan terkait dengan pariwisata kepada masyarakat di desa tersebut,” jelas Arfin.
Arfin turut menyampaikan tantangan dan peluang yang dihadapi Poltekpar Makassar dalam kegiatan pengembangan desa wisata. Menurutnya, kesiapan pemerintah desa dan masyarakat di desa tersebut sangat penting untuk keberlangsungan desa wisata. Selain itu, banyak desa yang memiliki potensi, namun belum terkelola dengan baik akibat berbagai faktor.
“Terkadang ada pemerintah desa yang siap, namun secara struktural belum. Nah, ini yang kami coba berikan yaitu pemahaman. Kami samakan persepsi terkait desa wisata, sehingga bisa jadi peluang untuk mereka. Harapan kami, upaya kami semua dapat ikut berkontribusi untuk membangun pariwisata yang lebih maju sejalan dengan arahan Menteri Kemenparekraf, bahwa desa akan membangun Indonesia,” tutup Arfin.
Editor: Eko Adiwaluyo