Otonomi daerah yang diberlakukan sampai sekarang ini diharapkan mampu menjadi solusi bagi tiap daerah untuk mengelola dan memaksimalkan seluruh potensi yang ada di setiap wilayahnya. Termasuk oleh Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) yang merupakan provinsi ke-34.
Provinsi yang baru lahir pada April 2013 lalu ini muncul dengan segala potensi yang masih sangat murni dan belum banyak pihak yang menggarap potensinya. Hal ini disampaikan oleh Pejabat Gubernur Kalimantan Utara Irianto Lambrie dalam Indonesia Marketeers Festival di Balikpapan, Selasa (10/6/2014).
Sebagai provinsi yang masih sangat muda, Kaltara menghadapi permasalahan bagaimana mengembangkan sumber daya alam yang ada di sana dan usaha untuk menarik minat para investor untuk datang di Kaltara. Selain itu, Kaltara juga harus bisa menggaet para wisatawan agar menjadikan daerahnya sebagai salah satu destinasi wisata.
Provinsi yang beribukota di Tanjung Selor ini juga memiliki tantangan bagaimana memasarkan keunikan mereka. Irianto Lambrie paham betul bahwa saat ini pemasaran merupakan salah satu kunci sukses mengembangkan Kaltara. Pemasaran inilah, sambung Irianto, yang juga belum banyak dipahami oleh para birokrat di sana.
Irianto menambahkan Kaltara memiliki banyak sumber daya alam yang belum tergarap. Kaltara memiliki lahan kelapa sawit seluas 137 ribu hektare yang sudah ditanami dan menghasilkan. Kaltara juga memiliki ratusan lahan migas dan tambang. Irianto berharap sumber-sumber daya ini bisa maksimal dipasarkan.
Pada tahun 1980-an saat masih menjadi bagian dari Provinsi Kalimantan Timur, Kaltara sempat mengirimkan puluhan petani asal Krayan untuk belajar ilmu pertanian di Jawa Timur. Hasilnya, pengiriman petani tersebut membuahkan panen dan produk yang melimpah. Tetapi, persolannya adalah produk-produk pertanian itu gagal dipasarkan.
“Secara produksi hasil pertanian itu berhasil, namun barang-barang ini gagal dipasarkan karena infrastruktur yang tidak dibangun,” kata Irianto
Seolah tidak mau mengulangi kesalahan masa lalu, Irianto Lambrie pun belajar dari Tiongkok. Irianto melihat bagaimana TTiongkok melakukan transformasi besar-besaran dari tiap aspek masyarakatnya. Misalnya, kedisiplinan masyarakat, strategi pemasaran produk yang ekspansif ke berbagai negara, maupun model kepemimpinan di Tiongkok yang disegani dan diteladani oleh masyarakatnya.
“Produk-produk asal China itu bisa ada disegala penjuru karena mereka membuat produk yang ditargetkan untuk kalangan-kalangan tidak mampu,” tambah Irianto.
Irianto menyadari Kaltara memiliki segala sumber daya yang melimpah. Masih banyak peluang-peluang emas yang layak diambil oleh provinsi muda ini. Bagi Irianto, tantangan besar saat ini adalah bagaimana Kaltara memulainya dari sekarang agar tidak muncul penyesalan di kemudian hari.