Jauh sebelum masyarakat bermedia sosial, ada media yang dipakai mereka untuk mengekspresikan dirinya. Media itu tidak lain adalah kaos. Kaos bukan sekadar memiliki nilai fungsional, tetapi juga bagian dari identitas, opini, dan bahkan politik seseorang.
“Kaos menjadi simbol identitas kita. Dan, kita sudah biasa memakai kaos dengan gambar atau logo yang mensimbolkan kita yang menjadi bagian dari komunitas tertentu, fans tertentu, kantor tertentu, dan sebagainya,” ujar Amrit Gurbani, CEO Utees.me dalam sesi MX Creativity & Innovation dalam Jakarta Marketing Week 2016, Kamis (12/5/2016).
Bila dieksplorasi lebih lanjut, sambung Amrit, kaos juga menunjukkan kepemilikan atau fanatisme tertentu, seperti fans sepak bola, konser, grup band, dan sebagainya.
“Kaos juga menjadi media untuk mengusung emosi dan koneksi, bisa memberika hiburan, lelucon, sekaligus memberi semangat atau inspirasi bagi orang yang membacanya. Inilah yang disebut demokrasi dalam desain. Ini yang melatari kami membangun Utees.me,” imbuh Amrit.
Platform ini memungkinkan siapa saja bisa mendesain kaos sendiri dan mencetak kaosnya meski hanya satu buah baju. Selain itu, platform ini juga terbuka bagi siapa saja yang ingin menjual desai kaosnya. Bila ada yang membeli, mereka akan mendapatkan royalti sebesar US$ 1,11. Mereka diberi halaman khusus untuk memamerkan hasil karyanya.
“Ini menjadi ruang bagi para desainer untuk mengekspresikan dan memamerkan hasil karya mereka,” katanya.
Personalisasi kaos ini, lanjut Amrit, juga tidak meninggalkan kualitas. Ia mengatakan, Utees.me mengusung style sekaligus substance alias ada gaya tetapi tetap berisi dan berkualitas.
Platform yang diluncurkan pada Agustus tahun lalu saat ini sudah mewadahi 6.000 content creator dengan 1.000 lebih user dan 13.000 kaos. “Bulan depan, kami berencana hadir secara mobile agar makin menjangkau dan memudahkan customers. Dan, tentunya kami makin bisa memprovokasi orang melalui desain-desain kaos kami,” pungkasnya.