Kisah apa yang paling popular dari Gereja Notre Dame di Ho Chi Minh City, Vietnam yang hingga kini terus dikenang orang. Orang yang suka traveling pasti ingat, yakni Patung Bunda Maria Menangis.
Betul, di bagian depan gereja bersejarah terdapat Patung Bunda Maria yang menangis pada 29 Oktober 2005. Patung setinggi kurang lebih empat meter itu sempat mengeluarkan air mata, yang mengalir di pipi kanannya dan membuat kehebohan.
Berita tentang patung tersebut cepat menyebar. Umat Katolik maupun non-Katolik di Ho Chi Minh City dan sekitarnya berduyun-duyun datang baik untuk berdoa maupun sekadar membuktikan kebenaran kabar yang mereka dengar. Bahkan cukup banyak pengunjung yang menangis haru.
Sebenarnya kisah patung Bunda Maria mengeluarkan air mata bukanlah hal baru. Peristiwa serupa pernah terjadi di beberapa tempat seperti di Naju, Korea, pada Juni 1982, dan di Syracuyse, Italia pada September 1953.
Bagi kelompok religius, pesan itu ingin mengingatkan mereka agar terus beribadah meski hidup tinggal di negara sekuler. Di Gereja Notre Dam, masih banyak orang yang melakukan misa yang dilakukan dengan dua bahasa, yakni bahasa Vietnam dan Inggris.
Lalu apa artinya kondisi itu bagi Vietnam sebagai sebuah Negara?
Berita tersebut tidak sekadar menjadi buah bibir, tetapi mampu menarik wisatawan untuk datang ke kota Ho Chi Minh City, baik lokal maupun mancanegara. Memang sebagai tempat wisata religius, Gereja Notre Dam dan patung Bunda Maria Menangis belum bisa mengalahkan kota Yerusalem dan kota suci lainnya.
Namun berita itu telah tersebar dan menjadi word of mouth masyarakat dunia. Guna menarik wisatawan, pemerintah Vietnam tidak perlu beriklan di media konvensional seperti Malaysia dengan Truly Asia. Berita Patung Bunda Maria Menangis telah menjadi bahan pembicaraan orang di seluruh dunia.
Itulah yang disebut dengan Conversation di era New Wave Marketing sebagai pengganti Promotion di era Legacy Marketing. Promotion bersifat searah, top down dan one to many. Sementara Conversation bersifat horizontal, dua arah, dan many to many. Dalam Conversation terjadi diskusi dan interaksi antara dua pihak yang sedang mencari kebenaran bersama. Karena itulah Conversation lebih murah, dan memiliki dampak yang luas.
Vertikal Sekaligus Horizontal
Di Notre Dame, bukan hanya umat Kristiani yang bisa masuk ke dalam gereja itu untuk misa. Umat beragama lain seperti saya yang beragama Islam, juga boleh masuk ke Notre Dam untuk melihat langsung barang-barang peninggalan Perancis yang ada di dalamnya. Vietnam dahulu merupakan jajahan Prancis selama hampir satu abad. Setelah kekalahan Prancis dalam Pertempuran Dien Bien Phu pada 1954, Vietnam terpecah menjadi dua; yakni Vietnam Utara atau Republik Demokratik Vietnam dan Vietnam Selatan. Gereja Notre Dam, selain sebagai tempat beribadah juga menjadi tempat kunjungan wisatawan.
Dengan menjalankan praktek tersebut, sebenarnya Gereja Notre Dam Vietnam melaksanakan konsep horizontalisasi, yakni bisa dikunjungi dan dimasuki umat beragama lain di luar Katolik. Boleh dibilang, Gereja Notre ini menjalankan salah satu konsep dalam agama Islam, yakni Hablum Minallah (hubungan vertikal antara umat dan Tuhannya), dan konsep Hablum Minannas (hubungan baik antara sesama manusia).
Tak salah, bila Gereja Notre Dam menjadi salah satu tempat wisata favorit di Vietnam Selatan setelah terowongan Cu Chi yang letaknya 36 km di luar kota Ho Chi Minh. Terowongan yang panjangnya bisa mencapai 200 Km dan digunakan Viet Minh (tentara Vietnam) pada perang Vietnam menjadi tempat persembunyian sekaligus menjadi pusat logistik gerilyawan komunis Vietnam ketika melawan tentara Amerika.
Bukan hanya terowongan, di kawasan Cu Chi orang juga bisa menemukan banyak lobang besar, bekas tempat jatuhnya bom yang dilepaskan pesawat Amerika. Di tempat itu pula dipertunjukkan jebakan dan senjata rahasia Viet Minh ketika mempertahankan diri dari serangan darat pasukan Amerika Serikat.
Itulah Vietnam. Meski dirundung trauma, mereka mampu membuat daerah tersebut menjadi tempat pariwisata menarik. Perang melawan Amerika yang menyebabkan 3 juta nyawa orang Vietnam dan 10 ribu tentara Amerika meninggal dunia selain meninggalkan trauma juga meninggalkan sisi positif, yakni menjadi tempat wisata yang bisa meraup dollar dari para pengunjungnya.
Pemerintah Vietnam juga tidak sekadar membangun lokasi wisata tetapi menjaganya dengan memberikan layanan yang maksimal kepada pendatang. Di daerah Distrik Satu yang merupakan jalur utama perkantoran dan wisata, pemerintah menyediakan polisi pariwisata yang bisa berbahasa Inggris.
Di dekat Distrik Satu itu pula terdapat pasar murah Ben Tham, yang buka siang hingga malam hari pukul 1.00 waktu setempat. Di pasar itu orang bisa berbelanja berbagai macam keperluan, mulai dari makanan, pakaian hingga cindera mata. Kualitas barang yang ditawarkan memang bukan yang nomor satu, tetapi bisa diskon hingga 50%. Dari distrik satu, orang tinggal berjalan kaki sekitar dua kilometer ke pasar Ben Tham.
Bila malam datang, wisatawan bisa mengunjungi diskotek dan bar yang tersebar di sejumlah distrik termasuk Distrik Satu. Tidak sulit bagi wisatawan menemukan perempuan malam di Ho Chi Minh City, karena banyak mucikari dan calo berkeliaran di sepanjang jalan yang proaktif menawarkan jasa tersebut dengan tarif sekitar US$ 40. Memang bisnis esek-esek tidak bisa dilepaskan dari dunia pariwisata. Meski ditutup-tutupi, masih saja ada suplay dan demand, apalagi bisnis itu tidak dilarang oleh pemerintah.
Boleh dibilang, dari kacamata tourisme, Jakarta dan Ho Chi Minh City sama atraktifnya. Kedua kota tersebut memiliki daerah wisata, makanan, bahkan kehidupan malam yang nyaris tidak ada bedanya. Itulah salah satu alasan mengapa Air Asia membuka jalur penerbangan Jakarta Ho Ci Minh City pada 9 Oktober 2009. Sebelum itu belum ada penerbangan langsung dari dan menuju kedua kota tersebut.
Pemerintah Vietnam tahu, industri pariwisata adalah industri yang berkaitan langsung dengan pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat. Ketika citra daerah tersebut positif, bukan hanya wisatawan saja yang akan datang, investor pun akan hadir di wilayah tersebut. Pemerintah Vietnam tahu bagaimana mereka harus mem-branding negaranya.