Isu soal pembalut reject tengah menjadi perbincangan di media sosial (medsos) beberapa waktu belakangan ini. Pembicaraan itu pun memunculkan istilah period poverty.
Isu pembalut reject sendiri bermula dari unggahan seseorang pengguna medsos X (Twitter) yang memperlihatkan penjualan pembalut reject di e-commerce. Terlihat dalam tangkapan layar yang beredar, produk pembalut yang dijual dalam kondisi cacat atau rusak, sehingga tak bisa beredar di pasaran.
Sontak, unggahan tersebut pun ramai diserbu oleh warganet. Mayoritas netizen mempertanyakan mengenai keamanannya. Sebagian lainnya, membicarakan isu period poverty.
BACA JUGA Viral Bocah SD Bawa Bekal Ulat Sagu Goreng, Apa Manfaatnya?
Apa itu Period Poverty?
Dikutip dari laman Medical News Today, period poverty atau kemiskinan menstruasi adalah masalah yang timbul karena minimnya akses perempuan terhadap fasilitas sanitasi dan pendidikan mengenai menstruasi.
Sementara itu, mengutip dari United Nation Population Fund, period poverty menggambarkan perjuangan yang dihadapi perempuan berpenghasilan rendah untuk membeli produk menstruasi.
Isu ini bukan hanya perihal pembalut dan tampon, tetapi juga termasuk biaya obat pereda nyeri dan pakaian dalam.
Mirisnya, berdasarkan data BMC Women’s Health, diperkirakan ada 500 juta masyarakat di dunia tidak memiliki akses pada produk menstruasi dan fasilitas yang memadai.
Data WHO mengungkap terdapat 1,5 miliar masyarakat di dunia yang hidup tanpa memiliki fasilitas sanitasi dasar.
BACA JUGA Viral Selingkuh Berdalih “Masih Mending”, Pertanda Guilt Tripping?
Artinya, isu period poverty berkaitan erat dengan kondisi ekonomi yang dimiliki perempuan. Harga jual pembalut yang menjadi salah satu masalahnya.
Kondisi ekonomi yang rendah membuat seseorang menggunakan produk alternatif pembalut, seperti kain, tisu toilet, hingga popok anak. Bahkan, beberapa orang nekat untuk menggunakan pembalut dalam waktu lebih lama dari yang disarankan.
Dampak period poverty
Period poverty ini tentu saja berisiko buruk bagi kondisi kesehatan reproduksi perempuan. Contohnya saja, penggunaan produk alternatif sebagai pengganti pembalut membuat seseorang berisiko lebih tinggi terkena infeksi pada saluran kemih.
Kemudian, pemakaian pembalut dalam waktu lebih lama dari yang disarankan juga berbahaya kesehatan reproduksi. Kesimpulannya, kurangnya akses terhadap kebersihan menstruasi dapat menyebabkan praktik yang tidak higienis dan pada akhirnya mengancam kondisi kesehatan.
Editor: Ranto Rajagukguk