Viral Makan Daging Kucing untuk Diabetes, 3 Bahaya Ini Justru Mengancam

marketeers article
Ilustrasi (Foto: 123rf)

Media sosial tengah dihebohkan dengan sebuah unggahan yang mengungkap seorang pemilik kos mengaku makan kucing-kucing di kawasan Gunungpati, Semarang. Bukan baru sekali ini saja ia kedapatan melahap hewan peliharaan tersebut, tetapi sudah sepuluh kali.

Lelaki tersebut meyakini bahwa konsumsi daging kucing bisa mengobati diabetes yang diidapnya. Ia mengaku obat yang diberikan dokter sudah tak lagi mampu menurunkan kadar gula darahnya sehingga beralih makan daging kucing, yang notabene tak perlu mengeluarkan uang.

Dalam sebuah video yang beredar, sang pemilik kos tampak menyadari bahwa tindakannya itu keliru. Ia berulang kali meminta maaf kepada penghuni kos yang memergokinya karena merasa kelakukannya mengusik nurani orang lain.

BACA JUGA: Viral di X, Benarkah Tak Boleh Mengisi Baterai Listrik di Dalam Rumah?

Kucing pada dasarnya memang bukan hewan ternak yang lazim dikonsumsi. Dosen Kesehatan Masyarakat Veteriner dari Universitas Airlangga Prima Ayu Wibawati bahkan menyebut banyak organisasi yang mengecam tindakan konsumsi daging kucing.

Ada beberapa alasan yang membuat hewan berkaki empat tersebut tak boleh dikonsumsi manusia. Melansir laman unair.ac.id, berikut penjelasannya:

Bentuk Pelanggaran Animal Welfare

Prima mengatakan konsumsi daging kucing sangatlah tidak etis. Sebagaimana termaktub dalam UU No. 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009, kucing bukan termasuk sebagai hewan ternak yang diperuntukkan untuk pangan manusia.

“Dari UU itu, daging kucing bukan produk hewan yang masuk kriteria dikonsumsi manusia. Jadi, ini merupakan tindakan penyalahgunaan. Apa pun alasannya dikonsumsi, itu hanya dalih untuk menghalalkan dan membenarkan pendapat pengkonsumsi tersebut,” katanya.

Kalau pun ada yang mengonsumsinya, kata Prima, tindakan pemotongannya juga pasti tidak berperikehewanan karena tidak diatur dalam beleid. Ini termasuk sebagai salah satu bentuk pelanggaran animal welfare.

BACA JUGA: Berkaca dari Tren “Gak Bisa Yura”, Ini Cara Berhenti Memaksa untuk Dicintai

Tidak Aman Dikonsumsi

Selain melanggar animal welfare, Prima menyebut tidak ada jaminan keamanan pangan untuk mengonsumsi kucing. Ini karena tidak ada standardisasi pemotongan dan pemakaiannya, sehingga tidak bisa dipastikan konsumen mendapat produk yang  aman, sehat, dan utuh.

“Sudah jelas jaminan keamanannya tidak ada. Mulai dari penangkapan, transportasi ternak hingga bagaimana cara penyembelihannya, kita tidak tahu. Mungkin saja kucing membawa bibit penyakit,” ujar Prima.

Ancaman Meat Borne Disease

Karena tak punya standardisasi jaminan keamanan panganpula, lanjut Prima, potensi zoonosis terpampang nyata dari kegiatan konsumsi daging kucing. Berbagai penyakit meat borne disease berpotensi menginfeksi pengkonsumsi daging kucing. 

“Dikhawatirkan, berbagai penyakit dari meat borne disease berpotensi menginfeksi orang yang makan. Kucing pun merupakan reservoir rabies, jadi apabila memang memiliki virus rabies, maka potensi zoonosisnya juga sangat tinggi,” ucapnya.

Adapun beberapa penyakit itu meliputi Tuberculosis, Brucellosis, Salmonellosis, Botulism, Staphylococcal Meat Intoxication, Taeniasis, Trichinosis hingga Clostridiosis. Bahkan, infeksi rabies pun dapat menyerang.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS