PT Vivo Energy Indonesia buka suara terkait dengan pemberitaan yang menyebut perusahaan menjual bahan bakar minyak (BBM) jenis Revvo 89 seharga Rp 8.900 per liter. Hal ini sontak menjadi perbincangan hangat lantaran terjadi saat pemerintah menaikkan harga BBM penugasan Pertalite menjadi Rp 10.000 per liter.
Manajemen mengatakan Revvo 89 merupakan bahan bakar tidak bersubsidi. Dengan demikian, harga jual yang ditetapkan mengikuti harga minyak secara internasional yang tengah sangat bergejolak belakangan ini.
“Harga jual ditentukan oleh harga BBM internasional serta peraturan lokal tentang formula harga jual maksimum,” kata keterangan resmi PT Vivo Energy Indonesia, Selasa (6/9/2022).
Vivo telah memutuskan untuk mengambil kebijakan penghapusan BBM beroktan rendah pada tanggal 31 Desember 2022. Dengan demikian, upaya yang dilakukan perusahaan menjual Revvo 89 sebagai langkah untuk menghabiskan stok yang tersisa.
Tak hanya itu, perusahaan juga memberikan tanggapan mengenai kenaikan harga yang diambil menjadi Rp 10.900 per liter. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan regulasi dan perubahan pasar yang terjadi belakangan ini.
“Untuk mematuhi kebijakan pemerintah, PT Vivo Energy Indonesia telah mengambil Langkah‐langkah yang diperlukan untuk menghabiskan persediaan Revvo 89 kami pada akhir tahun ini. Perubahan harga adalah keputusan komersial untuk mematuhi regulasi dan perubahan pasar,” tulisnya.
Sebagai informasi, Vivo sempat terpantau menjual BBM jenis Revvo 89 sebesar Rp 8.900 per liter hingga tanggal 4 September 2022. Angka tersebut lebih murah dari BBM jenis Pertalite yang dijual PT Pertamina (Persero) yang telah naik menjadi Rp 10.000 per liter.
Kabar tersebut sempat menjadi perbincangan hangat di media sosial saat terjadinya kenaikan harga BBM. Kendati demikian, pada 5 September 2021 Vivo kembali melakukan penyesuaian harga dengan menaikkan harga Revvo 89 menjadi Rp 10.900 per liter.
Santer berembus kabar bahwa kenaikan harga yang dilakukan Vivo terjadi lantaran adanya intervensi dari pemerintah. Kendati demikian, Tutuka Ariadji, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membantahnya.
Dia memastikan pemerintah tidak melakukan intervensi terhadap penetapan harga jenis bahan bakar minyak umum (JBU). Adapun harga jual eceran BBM umum ditentukan oleh badan usaha dalam upaya pengendalian harga di konsumen.
Sejauh ini, pemerintah telah menetapkan formula batas atas yang mengacu pada harga acuan pasar MOPS/Argus dan biaya distribusi dengan margin badan usaha paling tinggi 10%. Hal tersebut sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM No 62.K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Solar yang Disalurkan melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar UMUM dan/atau Stasiun Bahan Bakar Nelayan.
“Berdasarkan hal tersebut, pemerintah akan menegur badan usaha apabila menjual BBM melebihi batas atas. Penetapan harga jual di SPBU saat ini merupakan kebijakan badan usaha yang dilaporkan ke Menteri dan Dirjen Migas sehingga tidak benar pemerintah meminta badan usaha untuk menaikkan harga,” kata Tutuka dalam keterangan resminya.
Editor: Ranto Rajagukguk